(Sumber gambar: kumparan.com)

Assalamu'alaykum Warahmatullahi..
Apa kabarnya sobat pembaca Pasisi Blog (kayak ada aja pembaca setia blog ini 😀). Gimana lebarannya Sob, uda kemana aja? Pastinya silaturrahmi ya, ooooo,,,, kan pandemi lagi ngamuk ya, jadi ga kan ada silaturrahmian via tatap muka. Lah mudik aja dilarang..

Di tempat saya ya fifty-fifty lah, ada yang rumahnya di lockdown, tak terima tamu (soalnya Covid memang sedang mengganas di daerah kami di Sumut, sudah ada beberapa korban jiwa, Masjid di tempat saya kembali menggulung karpetnya), ada yang hanya kumpul dirumah bersama keluarga, ada juga yang silaturrahmian dari rumah ke rumah dan jalan-jalan ke Mall (banyak malah) Saya dan keluarga termasuk yang silaturrahmian dari rumah ke rumah.

Alhamdulillah tahun ini saya dan adik bisa melaksanakan shalat Iedul Fitri, walau pun tidak membawa istri, si kecil dan ibu saya. Repot soalnya bawa anak umur 3 tahun, nanti dia bisa keluyuran kemana-mana saat orang tuanya shalat. Jadi ibu dan istri menemani si kecil di rumah.

Hari pertama Syawal setelah sungkeman dengan keluarga dan shalat Ied, saya dan istri langsung pergi ke rumah keluarga istri (tentu saja kita memakai masker dan membawa handsanitizer). Lumayan jauh lho jaraknya. Kita bepergian cuma pakai motor. Rasanya nikmat, baru ini bisa bepergian bersama anak dan istri saat lebaran.

Saya pikir suasana di jalanan nanti akan lengang, jadi tidak terlalu was-was, karena biasanya saat Idul Fitri jalanan super sepi. Tapi ini lain dari biasanya, jalanan ramai, padat, macet lagi, dimana-mana terlihat pengendara motor membawa istri dan anak mereka (mungkin silaturrahmian). Sempat was-was juga sih karena padat dan macet begitu, saya khawatir dengan si kecil yang digendong uminya. Dengan menabahkan hati serta membaca doa dan Istighfar, kami terus melaju melewati kemacetan dan kerumunan kenderaan dan Alhamdulillah sampai ke tujuan. Serasa pulang kampung rasanya 😀.

Namun saat sampai dirumah abang ipar, was-was tadi belum reda, malah makin memuncak. Pasalnya abang istri saya sedang sakit, katanya badannya panas. Waduuuh... jangan-jangan... Saya tepis prasangka buruk itu. Tetap saya makin khawatir, yang saya khawatirkan adalah si kecil, lasaknya minta ampun, dia masuki kamar demi kamar di rumah abang ipar saya tersebut.

Tapi Alhamdulillah tidak ada apa-apa, abang ipar sepertinya cuma kecapekan karena semalaman jadi panita zakat fitrah.

Yang jadi pusat perhatian saya adalah si kecil kami. Selain keluar masuk kamar, dia juga jadi sasaran ciuman dan penggendongan dari keluarga istri. Sempat ga nyaman juga sih melihat si kecil digendong dan diciumin bergantian oleh keluarga istri saya. Corona oh Corona gara-gara kau, orang berlebaran jadi was-was dan ga nyaman. Ya tapi Alhmadulillah ga ada apa-apa, hikmahnya si kecil dapat salam tempel sampai tiga ratus ribu, lumayan kan, hihihi... Keluarga istri saya memang sangat sayang dengan si kecil kami.

Hari raya kedua, kami sekeluarga mengunjungi Mall Suzuya. Karena si kecil dapat hadiah salam tempel 250ribu dari Om-nya yang di Surabaya (adik saya). Katanya belikan si kecil mainan yang dia suka. Jadi ya saya ajak keluarga ke Mall untuk mencari mainan si kecil.

Sudah saya duga lebaran begini, mall dan plaza pasti padat pengunjung. Melihat ramainya pengunjung dan kerumunan, saya jadi ga seperti berasa dalam suasana pandemi. Lha berdesak-desak dan berkerumun begitu, pada ga takut Corona apa ya? Emang sih semuanya pake masker tapi kalau berdesak-desak begitu ya sama aja jadinya. Warga seakan sudah tak takut lagi dengan pandemi ini.

Melihat suasana begini jadi aneh rasanya, disana orang-orang dilarang keras mudik, perbatasan daerah dijaga ketat, lha disini di Mall dan pusat keramaian, warga dibiarkan berkerumun dan berdesak-desak. Menerapkan aturan kok setengah-setengah.

Saya dan keluarga beserta si kecil larut dalam desak-desakan tersebut. Kita juga berupaya menjaga jarak, lha gimana menjaga jarak, tempat sudah penuh dengan kerumunan. Pengelola Mall dan petugas Satpam membiarkan saja keadaan seperti ini. Saya hanya pasrahkan kepada Allah, disamping memakai protokol kesehatan (prokes), saya juga berdoa memohon keselamatan.

Tapi saya, istri, si kecil, adik dan istrinya serta ibu saya terlihat gembira. Kami menikmati kegembiraan lebaran tahun ini. Ya, boleh dong sesekali kita jalan-jalan di Lebaran tahun ini, masa ketakutan terus? Para pengunjung juga banyak yang membawa anak kecil bahkan bayi.

Hari raya ketiga, kami masih bersilaturrahmi ke rumah abang sepupu dan bibi (adik ibu). Ini juga lumayan jauh perjalanannya. Sekeluarga kami berangkat menggunakan motor masing-masing. Ibu dibonceng oleh adik dengan memangku si kecil, istri dan adik ipar (istri adik) berboncengan, sedang saya singel rider. Rasanya nikmat bisa berjalan-jalan berombongan begini. Dan disini kembali si kecil mendapat salam tempel dari keluarga ibu, Alhamdulillah rezekimu nak..

Pulangnya kita singgah di kedai bakso, hajar, hihihi...

Ya Alhamdulillah insyaAllah kami selamat tiba sampai dirumah. Ada rasa bangga tahun ini bisa shalat Ied berjamaah, bisa bersilaturrahmi (tatap muka dengan keluarga), bisa jalan-jalan setelah tahun semalam kami lockdown dan begitu ketakutan dengan wabah virus.

Kami memang khawatir dengan virus tapi tak ingin takut berlebihan, faktanya banyak yang sehat-sehat saja dalam kerumunan tanpa maskernya, bahkan sampai saat ini mereka sehat-sehat saja. Bukan kami cuek dengan bahaya Covid-19, hanya saja kami menempuh jalan tengah yaitu tetap beraktifitas dengan menerapkan prokes. Lagipula kita punya Allah; Dzat yang Maha Melindungi. Berdoalah dan minta perlindungan kepadaNya dan sering-sering berbuat amal kebaikan agar insyaAllah terhindar dari musibah. Jangan sampai kita begitu takutnya kepada Covid melebihi takut kita kepada Allah.

Anda takut kepada Covid, mati-matian berupaya menghindari, minum obat, pakai masker, jaga jarak. Tapi anda tak takut kepada Allah, buktinya anda sering lalai dalam shalat, tak pernah berjamaah di Masjid, tak takut riba, sering berbuat dosa, sering mengolok-olok Syariat, sering menghina ummat Islam yang berjuang menegakkan kebenaran. Untuk semua ini anda tak takut.

Ada peringatan akan siksa dan neraka dari agama anda tak takut, tapi saat ada peringatan akan bahaya Covid, saat itu juga anda langsung respek. Ini namanya Tauhid anda mengalami ketimpangan. Jangan sampai seperti ini.

Ada orang yang sebegitu khawatirnya dengan Covid, sampai-sampai hari-harinya hanya fokus kepada cara bagaimana agar dia terhindar dari Covid, dari mulai share makanan, minuman dan obat anti Covid. Dia lupa, obat Covid itu bukan hanya obat atau makanan dan minuman yang dikonsumsi tapi bisa juga dari amal ibadah kebaikan yang dia kerjakan. Orang yang rajin bersedekah/berinfaq, orang yang rajin beribadah insyaAllah dijauhkan Allah dari Covid. Jadi jika takut sama Covid, bukan melulu menerapkan prokes dan minum obat ini-itu, melainkan banyak-banyaklah bertaubat dan dekat (ibadah) sama Allah.

Begitulah kisah lebaran saya dan keluarga di tahun ini. Walau masih dalam wabah Covid tapi tidak membuat padam kegembiraan kami merayakan Syawal. Semoga kita semua sehat-sehat selalu lah ya, selalu dalam lindungan Allah SWT.

Bagaimana dengan lebaran anda, ada kisah menarik, sila awak berkongsi lah?

Nambah Artikel:

Turut berduka cita sedalam-dalamnya kepada ummat Islam Palestina yang menjadi korban kezhaliman Teroris Zionis laknatullah. Saat ini dimana seharusnya orang sedang bergembira di bulan Syawal, mereka malah dirundung was-was dan kewaspadaan tingi menghadapi datangnya serangan Zionis laknatullah 'alaih. Juga saya turut mendukung perjuangan para mujahidin Hamas/brigade Al-Qassam dalam melawan kebiadaban Teroris laknatullah ini. Semoga Allah menolong kita semua. Aamiin..

Post a Comment