Tak terasa hari raya Idul Fitri sudah jalan 2 hari, hari ini memasuki hari ke 3 Syawal. Sebagian orang sudah mulai bekerja. Sebagian lagi masih bersilaturrahmi / berhalal bi halal kepada keluarga/kerabat dan teman.

Rasanya 1 bulan berpuasa itu hanya sebentar saja ya? Tahu-tahu sudah lebaran. Semakin cepat saja rasanya waktu berlalu.

Gimana puasanya sob? Lancar? Semoga lancar ya? Kalau saya Alhamdulillah puasanya full, tapi amalan-amalan Ramadhan kayak Taraweh banyak yang bolong, jujur badan saya sudah ga kuat lagi saat sedang dalam berpuasa harus full ibadah. Saya kelelahan, sempat hampir sakit. Tapi Alhamdulillah saya bisa khatam Al-Quran di bulan Ramadhan ini.

Nah di bulan Syawal ini, pasti aktifitas utama yang kita lakukan adalah bersilaturrahmi? Benar apa benar? Benar dong..!!

Bicara tentang silaturrahmi, bagi saya pribadi ada suka dan dukanya, lebih banyak dukanya malah. Lho kok silaturrahmi ada dukanya? Kan suasana gembira ini?

Ya, begini Sob.. Bersilaturrahmi itu memang dianjurkan dalam Islam, untuk lebih menguatkan hubungan kekeluargaan. Bahkan ada ganjaran yang Allah berikan bagi yang suka bersilaturrahmi kepada keluarganya, yaitu umur yang panjang dan bertambahnya rezeki.

Namun terkadang / sering dalam bersilaturrahmi itu ada rasa-rasa kesenjangan sosial gitu. Terlepas si miskin yang merasa minder atau si kaya yang memang pamer kesuksesan. Tapi memang di sebagian kasus, dalam suatu aktifitas silaturrahmi, ada suatu keluarga yang antusias menyambut keluarganya, jika keluarganya tersebut orang berada atau sukses.

Jika yang datang keluarga berada, datang dengan mobil mewah maka disambut dengan hangat dan keakraban, jika yang datang keluarga yang kere / blangsak, datang dengan motor jadul / naik angkot, maka disambut dengan sekedarnya saja dan kalau bisa tamunya lebih cepat pulang, lebih baik.

Dalam suasana berkumpul dengan keluarga sering ada sekat-sekat, yang sukses dan kaya berkumpul dengan yang selevel, sementara yang kere tersisih di pojokan. Sesama keluarga kaya terjalin silaturrahmi yang hangat dan kekeluargaan, sementara dengan yang kere / miskin hanya sekedarnya saja. Sesama yang kaya, tiap lebaran selalu saling mengunjungi, kalau dengan si miskinnya sering dicuekin. Tiap lebaran kadang datang, kadang engga, lebih banyak ga datang sih.

Kalau pun si kaya berkumpul dengan si miskin pasti terjadi hubungan yang tidak nyambung. Si kaya bahasannya uda tinggi-tinggi amat, ngomong masalah jabatan barunya, rumah baru, mobil baru dan masalah bisnis. Si miskin hanya bisa bengong. Ini sih masih mending cuma ga nyambung, kalau korslet gimana? Ya, nanya-nanya apa kerjaannya, kok kerjaannya kek gitu, kok belum nikah, kok belum punya anak, dan kok, kok lainnya. Ini kan korslet namanya?

Nah yang begini inilah yang bikin rumit dan ribet. Maunya sih kita jalin silaturrahmi dengan hubungan keakraban dengan keluarga dengan suasana bersahaja, saling menghargai dan menyayangi, apalagi orang tua sudah tidak ada, tapi apalah daya suasana dan kondisi tidak mendukung. Alhasil si miskin malas untuk berkunjung kembali kepada keluarga-keluarga kayanya. Mereka hanya mau bersilaturrahmi kepada keluarga-keluarga yang sekufu miskinnya atau yang bersahaja. Dan dampaknya: Keluarga yang kaya mencap keluarga miskinnya orang yang sombong, ga mau beradaptasi, dan-lainnya.

Hati memang tidak bisa dipaksakan, kalau memang hanya menimbulkan ketidaknyamanan di hati, ya tidak hadir dalam acara silaturrahmi lebih baik rasanya demi menjaga kesehatan hati. Benar kan? Lebih baik mundur atau mengasingkan diri, dari pada memaksakan diri yang hanya menguras energi.

Menjalin hubungan dengan orang-orang baik, yang bisa membuat semangat dan percaya diri itu semilyar kali lebih baik, ketimbang berdekat-dekat dengan orang-orang pintar, sukses dan segudang prestasi tapi nyakitiiiin, nyakitiiiiiin.. (kata bang Mandra bilang 😀). Benar tidak...????

Selamat Idul Fitri 1445 Hijriyah.
Taqabbalallah Minna Wa Minkum...

Post a Comment