(sumber gambar: sumutpos.com)

Proloog

Sudah hampir dua tahun si kecil kami tertunda menjalani operasi lanjutannya. Tepatnya awal Januari tahun 2021, anak kami memulai operasi pertamanya di Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik (RSUP HAM), dan saat dipertengahan tahun 2021, kami dipanggil kembali untuk memulai operasi tahap selanjutnya, Qadarullah saat itu demam tinggi (yang disebut pihak medis: COVID) melanda daerah kami, hampir semua orang terkena demam termasuk saya dan keluarga. Dan peristiwa ini berimbas kepada si kecil yang berakibat gagalnya operasi tahap kedua ini. Anak kami dinyatakan positif setelah melalui tes Antigen, padahal dia sehat-sehat saja, tak ada panas, tak ada demam. Pihak rumah sakit kemudian membatalkan pelaksanaan operasi. Semenjak itu tak ada lagi panggilan dari pihak RSUP HAM sampai sekarang.

Setelah menunggu cukup lama, diawal 2023 kami kembali mencoba membawa si kecil ke RSUP HAM untuk menanyakan kabar operasi anak kami. Dikunjungan kali ini kami mengira ada secercah harapan. Pihak Poly Urologi melakukan pengambilan darah dan CT-Scan kepada anak kami. Tindakan kayak gini biasanya akan berujung kepada operasi. Hal ini diperkuat dengan adanya Antigen dan rawat inap. Kami menduga kesitu, dan kami pun mengucap syukur.

Qadarullah sekali lagi, ternyata ini bukan operasi, melainkan murni hanya CT-Scan. Dokter pengganti hanya ingin melihat apa yang ada didalam perut si kecil. Kalau hanya sekedar CT-Scan ya tak mengapa, karena ini hanya pengambilan foto (rontgen), walau anak kami menjerit-jerit saat darahnya diambil. Namun yang tak bisa kami terima, ternyata dalam CT-Scan ada tindakan anestesi (pembiusan). Kata mereka, si kecil harus dibius supaya tidak bergerak saat di scan. Spontan emak saya tak terima, dia tak rela cucunya yang masih berusia 4 tahun harus dibius. Kami selaku ayah dan umminya juga tak terima. Orang tua mana yang tega anaknya dibius hanya untuk pengambilan foto? Ternyata pihak laboratorium pun mengambil sikap menolak pembiusan anak kami, karena alasannya si kecil masih berusia 4 tahun. Ini makin memperkuat kami untuk tidak setuju tindakan ini. Disini pihak Urologi dan Laboratorium rumah sakit terlihat berdebat dalam masalah ini.

Namun pihak rumah sakit akhirnya tetap memutuskan si kecil harus dibius dan dirawat jalan. Kami tetap tak terima, di tengah pemeriksaan, kami langsung pulang membawa si kecil. Kalau anak kami harus diambil tindakan anestesi, itu hanya untuk operasinya, bukan yang lainnya. Anak kami bukan kelinci penelitian.

Lagi-lagi anak kami gagal melakukan operasi.

Mengenai kisah anak kami tentang perjalanan operasi sebelumnya bisa dilihat disini.

Begitu lelah dan menderitanya berobat ke RSUP HAM ini

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan rumah sakit milik pemerintah yang berlokasi di luar kota Medan. RSUP HAM ini termasuk rumah sakit yang terlengkap fasilitasnya, hingga rumah sakit-rumah sakit swasta lainnya merujuk pasiennya ke rumah sakit tersebut bila tak bisa ditangani.

Hal yang sangat tak mengenakkan di rumah sakit ini adalah penanganan yang seakan tak pernah berakhir. Kalau berobat di RSUP HAM, apalagi untuk penanganan berat seperti penyakit dalam atau bedah, jangan harap prosesnya akan sebentar, bisa memakan waktu satu harian dan berlanjut esok hari atau minggu depannya. Bayangkan betapa luluh lantaknya badan ini. Yang sehat pun jadi sakit karena saking lelahnya. Belum lagi biaya transportasi yang tak bisa dibilang murah.

Ketika kita dipanggil oleh dokter pengganti, itu bisa sampai 3 atau 4 kali panggilan dan jaraknya satu sampai dua jam. Harap diingat di RSUP HAM ini pasien lebih banyak ditangani oleh dokter-dokter pengganti. Dokter utamanya hanya memantau via telepon diluaran sana. Jadi antara pemeriksaan satu dengan pemeriksanaan kedua dan ketiga, pasien akan ditangani oleh dokter-dokter yang berbeda. Sedikit menyebalkan, karena dokter-dokter yang berbeda-beda tersebut selalu menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang serupa kepada pasiennya. Maklumlah RSUP HAM ini adalah wadah bagi dokter-dokter pemula untuk belajar / menimba pengalaman.

Berobat ke RSUP HAM seakan tak pernah selesai dan seolah tak mendapatkan penanganan berarti karena saking banyaknya pemeriksaan / prosedur yang harus dijalani. Jika anda berobat di rumah sakit ini, saya sarankan persiapkan fisik anda sekuat mungkin. Jangan sampai anda yang sedianya sehat jadi malah sakit.

Kita sadar dan maklum, dimana-mana yang namanya layanan gratis itu harus antri dan bersabar. Yang namanya gratis, tak ada yang enak. Saya faham itu. Kami pernah kok berobat dengan layanan BPJS di rumah sakit lainnya. Kita disana juga antri, tapi antrian tersebut ada finish-nya. Dari pagi kita antri menunggu panggilan dokter, siangnya sudah dipanggil dan mendapatkan resep obat. Dokter yang menangani pun dokter utama, bukan dokter pengganti. Dan jika pemeriksaannya berlanjut, maka pasien akan datang kembali dengan kunjungan selanjutnya. Jadi ada finalnya. Tidak seperti di RSUP HAM yang bujubune, satu harian penuh masih ditanya ini dan itu.

Dan hal yang tak mengenakkan lainnya adalah pihak RSUP HAM suka mengambil alih pasien yang dirujuk oleh rumah sakit lain. Umpama di rumah sakit swasta A tidak ada fasilitias untuk suatu penanganan, maka dokter rumah sakit tersebut pun merujuk pasiennya ke RSUP HAM yang fasilitasnya lebih lengkap. Namun pasien yang sudah dirujuk ke RSUP HAM tidak akan dikembalikan ke rumah sakit semula, pasien tersebut diambil alih dan diteruskan ke poly-poly terkait untuk penanganan selanjutnya. Disini saya pernah marah besar dan sempat berdebat dengan salah satu dokter di RSUP HAM. Banyak kejadian seperti ini. Baca kisahnya disini

Masih ingat kami, si kecil yang waktu itu juga dirujuk ke RSUP HAM ini terkena prosedur dalam proses operasinya. Kami terpaksa mengeluarkan uang 2 juta untuk pemeriksaan kromosom anak kami di laboratorium Prodia. Padahal tindakan ini (kalau maju jujur ya) hanya pemeriksaan formalitas saja.

Pernah ga ya RSUP HAM ini berfikir: pasien mungkin akan kesulitan karena tak punya uang sebanyak itu, pernah ga mereka berfikir? No way lah...!!!!!

Para dokter pengganti itu mana mau tahu bagaimana keadaan pasiennya? Betapa lelah dan menderitanya para pasien pulang balik berkali-kali dari rumah ke RSUP HAM yang jauhnya di ujung langit ini, dan setelah jauh-jauh pergi ke Rumah Sakit, eh hanya ditanya dan dipegang ini, itu oleh dokter-dokter pengganti dan setelah itu disuruh balik lagi esoknya, dan esoknya dan berujung kepada penantian tanpa akhir. Pernahkah mereka berfikir berapa biaya transportasi yang dikeluarkan oleh para pasien tersebut? Pernahkah mereka berfikir kalau pasien itu banyak yang susah?

Coba para dokter-dokter pengganti itu punya anak yang terus keluar masuk rumah sakit menjalani pemeriksaan, anak tersayangnya menangis, menjerit setiap diambil darahnya, diinfus, dibius dan dibedah. Dan setelah itu penanganan operasi pun tak kunjung usai, dipending entah sampai kapan. Bisakah para dokter itu bersabar melihat keadaan anak mereka seperti itu?

Entah alasan apa seorang pasien harus menunggu bertahun-tahun baru bisa dioperasi. Apakah sebanyak itu pasien gawat darurat yang harus jadi prioritas utama, hingga pasien yang tak gawat harus menunggu bertahun-tahun lamanya?

Saya sebenarnya ga ingin berprasangka buruk, tapi faktalah yang menguatkannya. Bahwa rumah sakit-rumah sakit milik pemerintah itu memang rendah pelayanan kepada pasien, apalagi pasien gratis (BPJS). Walau pun tidak semua, tapi kebanyakan seperti ini.

Untukmu wahai para petinggi dan dokter-dokter Muslim di RSUP HAM

Untuk kalian yang merasa Muslim di RSUP HAM, tolonglah orang yang sedang susah, mudahkan urusan mereka, jangan dipersulit. Kalau kalian bisa dengan wewenang kalian memudahkan urusan pasien, lakukanlah. Memudahkan urusan orang lain itu bernilai pahala dan ada balasannya dari Allah. Jika kalian meringankan kesusahan orang lain, nanti Allah juga akan bantu kalian. Yakinlah insyaAllah karir-karir kalian akan naik, urusan kalian akan dimudahkan Allah. Tapi jika kalian mempersulit urusan orang yang susah, padahal kalian mampu untuk memudahkannya, yakinlah insyaAllah, Allah akan menyusahkan kalian, mempersulit urusan-urusan kalian.

Tulisan ini bukan untuk memprofokasi atau memburukkan, ini hanya sekedar curahan hati seorang ayah yang hanya ingin segera melihat kesembuhan buah hati tersayangnya. Hanya itu.

Post a Comment