Tapi dia merasa bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan dengan gaji sebesar itu di negeri yang tak bisa dibilang sejahtera ini. Dia sadar sekali walau pekerjaannya itu termasuk kasta rendahan tapi beribu orang yang ingin bekerja di tempatnya. Dan tentu saja tak mudah untuk bisa bekerja disana.
Jefry sadar ga ada kerjaan enak dan nyaman tapi gaji besar di negeri +62 ini. Gaji rendah/tinggi setimpal dengan resikonya. Makanya dia terima dan ikhlas dalam pekerjaannya.
Jika rutinitas pekerjaan dirasa terlalu berat baginya, maka dia mengalihkan kegembiraan hatinya dengan menikmati pemandangan-pemandangan saat dalam perjalanan pergi dan pulang kerja. Seperti melihat ademnya suasana sebuah komplek perumahan, melihat aktifitas penghuninya. Dan ini yang paling utama, saat pulang kerja, istri yang shalehah menyambutnya dengan senyum dengan sikecil berlari-lari disampingnya sambil berkata: "Ayah.. Ayah.."
Hilang sudah kepenatan dan kesusahan hatinya saat dalam aktifitas kerja. Hilang sudah lelah dan letih. Tak diperdulikannya sikap orang-orang yang tak bersahabat di tempat kerjanya.
Itulah kebahagiaan Jefry. Dia jalani semua itu selama bertahun-tahun lamanya.
Tapi di mata orang-kapitalis, sosok Jefri ini adalah manusia gagal, manusia statis. Tak ada perubahan dari tahun ke tahun. Hidup nyaman dengan kerjaan yang tak ada tantangan dengan penghasilan tetap. Orang seperti Jefri ga kan pernah maju hidupnya.
Menurut orang-orang kaya mental kapitalis, hidup harus ada tantangan agar diri bisa tangguh dalam hidup hingga mampu meraup pundi-pundi kekeyaan sebanyak-banyaknya.
Tak ada istilah gagal, gagal itu adalah sebuah aib dan tak pantas disebut. Orang harus bisa kaya, apa pun itu. Jangan pernah mengeluh karena tak sanggup dan tak mampu. Jangan juga menyalahkan keadaan karena sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan. Hal itu semua akan menambah diri kita menjadi orang malas dan pengeluh.
Tapi Jefry ga butuh jadi orang tangguh untuk kaya. Jefry hanya ingin bekerja di tempat dimana dia bisa menjalankan pekerjaannya dan bisa beribadah dengan tenang.
Bagi Jefry dia sudah merasa sukses dalam hidupnya dengan mempunyai seorang istri yang shalehah, dan dikarunia anak yang lucu. Dia merasa bersyukur mendapatkan istri yang taat pada suami, yang mau dibimbing dan dinasehati, dan yang mau menerima Jefry apa adanya.
Dulu waktu Jefry meminang istrinya tidak pakai syarat apa-apa, hanya uang mahar sesanggup Jefry. Istri Jefry tidak menuntut Jefry harus punya penghasilan sekian juta, harus sudah mapan dalam pekerjaan, harus ganteng dan cerdas. Ga ada syarat yang melelahkan dan memusingkan semua itu. Istri Jefry menerima apa adanya. Karena dia tahu kalau Jefry itu pria yang baik dan shaleh.
Semua itu adalah kesuksesan buat Jefry, dimana orang-orang awam jahil dan para pengejar kekayaan kapitalis ga memiliki semua itu.
Jefry sudah mendapatkan kekayaan dalam dirinya. Yaitu kebahagiaan dan kelapangan hati. Walau hidupnya dalam sisi materi memang dalam kekurangan tapi dia selalu bersyukur dam berdoa. Baginya yang penting dia sudah beikhtiar, hasilnya dia serahkan kepada Allah.
Orang-orang kapitalis sulit sekali menerima kenyataan bahwa kebahagiaan bisa didapat oleh orang-orang kayak Jefry. Mungkin bagi mereka, Jefry ini hanya menghibur diri karena tak sanggup menjadi orang kaya.
Mereka ga kan pernah merasakan kebahagiaan seperti yang dirasakan Jefry, karena kaum kapitalis ini hatinya penuh dengan pamrih duniawi. Mereka tak pernah merasakan damainya hati saat air mata menangis di kala tengah malam yang hening. Tak pernah merasakan lezatnya iman. Tak pernah merasakan bahagianya saat menyumbangkan harta di jalan Allah walau dalam keadaan kekurangan. Tak pernah merasakan kebahagiaan dalam keikhlasan. Makanya bahagia menurut mereka adalah terpenuhi dan terpuaskannya hawa nafsu duniawi mereka, hingga mengejangkan sendi-sendi, otot dan tulang tubuh mereka.
Kebahagiaan itu sederhana, kebahagian itu ga ribet dan ga njelimet. Kebahagiaan itu adalah bersyukur. Sukses bukan melulu berhasilnya meraih status jabatan dan meraih kekayaan.
Sukses sejati itu adalah berhasil menjalankan kehidupan yang berkah. Serta meraih cita-cita akhirat bersama orang-orang yang dicintai dan mencintai kita.
Semoga kita dijauhkan dari mental-mental kaya kapitalis.
(Terjun, November 2020)
Post a Comment