Innalillahi wa inna ilahi rojiun, kabar duka datang dari dunia pernovelan remaja. Hilman Hariwijaya seorang penulis remaja era 80-90an telah meninggal dunia pada Rabu 9 Maret 2022. Penulis yang berusia 57 tahun ini pernah ngetop di pertengahan 1980-an dengan hasil karya fenomenalnya: Lupus. Lupus adalah sebuah novel remaja yang sangat digemari kala itu. Sosok Lupus merupakan ikon neo remaja gaul. Karakter Lupus yang cuek, ngocol, ceplas-ceplos tapi berwawasan membuat para pembacanya betah berlama-lama memplototi isi novel tersebut bahkan mengkoleksinya.

Penulis sendiri termasuk mengidolalan beliau (waktu itu). Hampir semua novel-novel karya beliau saya koleksi, dari mulai Lupus, Olga dan novel-novel lepas lainnya.

Hilman Hariwijaya memang penulis ngetop, fans-fansnya bukan hanya dari kalangan kebanyakan seperti saya, tapi juga dari kalangan artis. Tak heran saat meninggalnya, banyak datang ucapan duka dari para artis-artis top.

Namun ketenaran memang tidak selalu mengiringi selamanya. Zaman terus berganti, trend juga berubah. Usia yang semakin bertambah membuat beliau bukan lagi sosok idola remaja. Lupus dan Olga pun semakin terlupakan, terutama di era milenial sekarang ini.

Disinilah saya selalu merenung terhadap hal-hal yang beginian. Melihat orang-orang yang dulunya muda, ngetop, hebat, tahu-tahu dilupakan orang. Rasanya begitu cepat dunia ini berlalu. Kita yang dulu remaja, tahu-tahu kini telah berusia kepala 4, kepala 5, bahkan kepala enam. Rasanya ga terima kita ini sudah berusia senja, karena baru kemarin kita ini bergelut dengan teman-teman SD, mejeng dengan teman-teman SMA, ngeband dengan teman-teman kuliahan. Kok sekarang rambut kita sudah beruban, perut kita sudah pada buncit, badan sudah sering sakit-sakitan? Bahkan teman-teman kita sebagian sudah mendahului kita.

Kenapa bisa begini...???

Kita ga terima kalau kita sudah tua. Saya masih remaja... Saya masih suka ngeband, hangout, nongkrong... Tidaaaaaak....!!!

Lebay ya?

Tapi itulah yang terjadi pada diri kita sekarang ini. Suka atau tidak, kita memang pasti memasuki fase masa tua. Dan ada yang lebih layak untuk dikhawatirkan selain masa tua.

"Apa itu?"

Sebuah pertanyaan klise, yang bahkan tak kan pernah kita gubris, tapi dahsyat dampaknya kalau direnungi secara mendalam.

Apa bekal akhirat yang sudah kita kumpulkan di hari tua kita ini...???"

Dimasa tua (disisa hidup kita) ini, apa saja yang sudah kita siapkan untuk menuju perjalanan abadi kita yaitu Akhirat?

Kalau di usia muda kita sudah banyak menghambur-hamburkan umur untuk urusan dunia yang tak ada manfaatnya, maka setidaknya di usia senja berbenahlah, habiskan waktu untuk beribadah kepadaNya, rajin shalat di Masjid, rajin shalat sunnah, rajin puasa, rajin baca Qur'an, sering hadir di pengajian. Hijrahlah ke jalan kebaikan, jangan lagi berbuat sia-sia apalagi berbuat keburukan. Jangan lagi fokus kepada dunia, sibukkan waktu untuk beribadah kepadaNya. Kita sudah semakin dekat dengan kematian.

Prestasi dunia kita tidak ada artinya. Sekalipun anda seorang penulis hebat yang ngetop, seorang penyanyi atau musisi yang terkenal d seluruh dunia, seorang blogger atau youtuber populer dan kaya, punya banyak follower dan fans yang banyak. Itu semua tidak akan menjadikan amal jariyah bagi anda.

Anda seorang penyanyi berprestasi, mengharumkan nama bangsa, berbagai hasil karya telah anda hasilkan, punya banyak fans. Dan saat meninggal, banyak datang ucapan duka dari seantero negeri. Tapi semua itu hanya di dunia ini saja, sedangkan di alam kubur, tak ada satu pun yang menemani / menghargai anda kecuali amal anda sendiri.

Segudang prestasi dunia anda selagi tidak ada kepentingannya dengan akhirat, ia tidak akan menjadi pemberat timbangan kebaikan anda, malah sebaliknya bisa menambah amal keburukan. Naudzubillah..

Apalagi di sisa usia sekarang ini, ternyata kita tidak jua hijrah, tidak juga bertobat. Lantas kita meninggal... Bagaimana nasib kita? Ngeri rasanya... Coba sekali-sekali renungkan dengan serius hal yang kayak gini.

Dunia ini memang begitu singkat. Semuanya serba tahu-tahu. Namun banyak yang menganggap waktu yang singkat ini serasa lama, seolah dunia ini adalah rumah baginya hingga ia menghabiskan waktu dengan hal-hal yang tak ada manfaatnya, sampai ke usia senja.

Pada akhirnya ketenaran, popularitas hanya tinggal kenangan. Kini yang dilihat orang hanya seonggok nisan diatas tanah gundukan. Tinggal pertanggung jawaban kita di akhirat nanti.

Tentu saja saya tidak berhusnuzhan dengan mendiang Hilman Hariwijaya. Hanya Allah yang tahu bagaimana akhir beliau. Semoga diakhir hidupnya beliau sudah hijrah dijalanNya. Semoga saja Allah berikan yang terbaik untuk beliau. Aamiin...

Post a Comment