Setelah bertahan sekian lama akhirnya tiba juga saat yang selalu ditunda-tunda ini. Mungkin ini sudah final, atau mungkin istirahat lagi dan ada part keduanya, entahlah? Sebenarnya saya tidak ingin berhenti berjualan, ingin lanjut lagi, karena bagaimana pun lebih bagus beraktifitas mencari uang (walau hasilnya sedikit) ketimbang menganggur di rumah. Tapi Qadarullah, kereta (motor) yang membawa dagangan saya pun kondisinya sedang tak bagus, ditambah emak yang kondisi kakinya yang sedang sakit, jadi ya ga bisa jualan juga kan? Khawatirnya nanti saat sedang tak di rumah (sedang berjualan), emak jatuh pula saat menjemput si kecil pulang sekolah. Ya sudahlah berhenti saja dulu.
Hari ini saya harus mengosongkan steling jualan saya. Steling ini mau dijual berikut keretanya. Sudah sebulan lebih saya tinggalkan steling ini tanpa dibersihkan.
Saat membuka pintu steling, terlihat disitu botol saus, beberapa bungkus plastik, gunting khusus pemotong makanan, piring dan penjepit makanan, tupperware tempat kuah kacang, payung kecil, mantel, kain lap, masih tersisa disitu ceceran remah-remah batagor yang saya jual.
Duh, melihat barang-barang ini, memori saya langsung hanyut ke beberapa bulan silam, teringat suka dukanya berjualan, lebih banyak dukanya sih. Teringat saat jualan lagi sepi, downnya minta ampun, sampai menangis saya diam-diam, teringat saat hujan, basah kuyup, banjir lagi, teringat dengan teman-teman pedagang yang jualannya juga sepi. Teringat juga saat saya pulang sering pasang muka tembok kepada yang punya usaha batagor ini, malu, banyak sisa batagor yang dibawa pulang, setoran minus.
Buset dah, air mata saya membasahi pipi, emang sedih sih... Dengan fikiran yang hanyut kemana-mana, saya bereskan semua barang-barang dalam steling tersebut.
Hampir sepuluh bulan lamanya saya berikhtiar berjualan Batagor dengan menggunakan kereta (motor) dari bulan Juni 2004 sampai di bulan Februari 2005.
Awalnya saya berencana berjualan keliling, tapi akhirnya saya putuskan untuk menetap di suatu tempat saja, mengingat bensin kereta yang lumayan boros. Saya sendiri ga nyangka akan berjualan keliling seperti ini. Malu...??? Pasti ada lah... Tapi rasa malu itu terkalahkan oleh keadaan yang membuat saya terpuruk, yang mau tak mau harus saya jalani. Suatu saat insyaAllah kisah yang membuat saya sedih dan terpuruk ini akan saya tulis di blog tercinta ini.
Saya tak tahu harus cari kerjaan dimana, untuk berdagang pun, usaha pulsa dan masker saya sudah gulung tikar. Di usia sekarang ini, perusahaan mana yang mau menerima saya? Jadi satu-satunya solusi adalah berjualan makanan via kereta? Tapi jualan apa? Siapa yang memasak makanannya?
Di saat kayak gini teringat dengan seseorang yang bisa menolong saya.
Ya, dia seorang pengusaha roti dan batagor asal Bandung. Orang-orang menjualkan batagor dan rotinya lumayan banyak. Dulu saya dan istri pernah beberapa kali ke rumahnya untuk bergabung dengan bisnis beliau untuk menjualkan dagangannya. Tapi Qadarullah, ada beberapa situasi dan kondisi yang menyebabkan kami tidak jadi menjalankan bisnis ini.
Orangnya baik, mau menerima orang untuk bekerja dengan beliau, walau dia tak mengenalnya. Singkat kata kepada pengusaha batagor inilah saya berikhtiar mencari nafkah.
Mendengar cerita orang-orang yang pernah berjualan batagor, omsetnya katanya lumayan menjanjikan sih, satu hari mereka bisa bergaji seratus dua puluh lima ribu jika bisa menghabiskan lima ratus batagor. Wuiih menggiurkan juga. Enak ini jualan kayak gini. Kita ga capek bikin batagornya, tinggal ambil, berikut plastik, saus dan lainnya sudah disediakan. Plus dikasih uang makan 10ribu lagi. Jika nanti batagornya bersisa, tinggal serahkan aja, ga dipotong dengan persen yang kita dapat, mantap ga...???
Akhirnya setelah sepakat dengan beliau (pengusaha batagor) ini. Saya pun mulai mempersiapkan segalanya, first: beli kereta seken (yang ini uda dapat, buset dapatnya kereta rusak, kesal liat yang jual motor), dan bikin steling untuk batagornya. Untuk steling ini lumayan mahal, kami menghabiskan biaya satu juta lima ratus lebih. Keretanya pun juga mahal, apa sih yang murah di negeri ini...???
Kereta sudah ada, dan steling pun sudah siap, sudah dipasang di kereta. Tinggal nunggu hari H untuk berjualan. Melihat body steling yang lumayan besar, saya sempat down juga, apa saya bisa bawa kereta yang dipasang gerobak steling ini. Berat oii... Gimana nanti nge-standar tengahnya? Sempat berfikir, kenapa sampai saya berjualan keliling begini ya?
Tapi memang bisa juga saya bawa kereta plus gerobak steling tersebut, termasuk nge-standar tengahnya. Walau pun pernah ada kejadian saat belokan, steling saya menghantam belakang mobil orang, wkwk.. bante lah kesitu 😅
Masih tak percaya, akhirnya saya berada juga di tengah jalan berjualan batagor dengan kereta yang lumayan berat ini.
Hari pertama berjualan tidak sesuai ekspektasi, rencana ingin menjajal 200 batagor dulu, namun ternyata mentok cuma sampai 166 batagor. Jam 7 pagi saya bergerak, pulang jam 6 sore dapatnya cuma empat puluh ribuan.
Target saya 50ribu untuk penjajakan, namun yang saya dapat 40ribuan. Sedikit kecewa. Namun saya hibur juga diri ini, "Namanya juga jualan hari pertama, masih penjajakan, besok-besok mungkin ada peningkatan. Ya sudah lah, pikir saya".
Ternyata hari esok tak lebih baik dari hari semalam. Jualan saya menurun drastis, sepi pembeli. Yang kemarin dapat empat puluh ribu lebih, esoknya malah dua puluh ribuan. Waduuh...
Hari demi hari saya lalui, namun penjualan terus menurun drastis, sempat fakum jualan 2 minggu, terus saya coba lagi, disini rada lumayan, dapat 40ribuan, hanya bertahan beberapa minggu, dan penjualan kembali terpuruk. Hari demi hari, minggu, bulan saya lewati dengan asa yang tak bisa dibilang lagi, semangat sudah terbang entah kemana-mana.
Dari jam 7 pagi saya bergerak, dan pulang jam 4 sore, rata-rata saya hanya mendapat dua puluh ribu bahkan sering dibawahnya, itu pun sudah termasuk uang makan. Kebayang gimana lelah dan letihnya. Ini sudah ga sehat, hasil segitu dikurangi lagi dengan bensin kereta saya, belum lagi oli. Mau makan apa hasil segitu? Kalau orang lain mungkin uda dari awal-awal berhenti.
Sempat ganti strategi, pindah lokasi jualan, cari tempat strategis, sekali dapat, eh diusir oleh pedagang lain yang mangkal disana. Berapa kali saya coba mangkal ditempat baru tapi diusir baik secara langsung mau pun tidak langsung, pada sirikan. Pindah lokasi pun sama aja, malah makin sepi. Akhirnya balik lagi ke lokasi awal.
Entah kenapa dalam situasi sepi penjualan seperti itu, saya masih terus bertahan. Walau pun entah berapa kali fakum, jualan lagi, fakum, jualan lagi begitu terus. Seperti ada kekuatan yang menyemangati dan mengiringi langkah saya.
Sering di tengah-tengah sepinya penjualan dan ditengah-tengah para pedagang disekitar saya yang ramai jualannya saya menangis diam-diam sambil berdoa dalam hati. Ditengah-tengah keterpurukan, saya mencoba menyemangati diri. Saya hapus berulang-ulang air mata ini agar tidak dilihat orang-orang.
Gimana ga sedih? Semua pedagang disekitar saya ramai pembeli, cuma saya sendiri disitu yang sepi.
Terbayang wajah si kecil, masih terngiang kata-katanya: "Ayah, belikan mainan". Dengan pedenya saya jawab: "Nanti ya nak, ayah belikan, mau mainan apa?"
Gimana mau belikan mainan buat si kecil, uangnya saja ga cukup, penjualan terus sepi, nangis lagi dah jadinya, melo amat sih..
Ditengah perjalanan pulang ke rumah, saya sering menangis, berulang-ulang saya berkata dalam hati: "Maafkan ayah nak, belum bisa bayar uang sekolah dan keperluanmu".
Hasil dari jualan batagor ini memang ada, ya Alhamdulillah bisa mencukupi kebutuhan pribadi saya, seperti bensin, oli, service kereta dan untuk sekedar jajan saya, sesekali saya bisa belikan susu untuk si kecil. Hanya sampai disitu, belum bisa untuk menafkahi sikecil, membayar keperluan sekolahnya.
Memang apa yang enak kita lihat itu belum tentu seperti itu faktanya. Kelihatannya gampang menjual batagor ini, tapi faktanya, jangankan menjual sampai lima ratus batagor, jual seratus lima puluh aja pun pengap-pengap. Betul lah negeri kita ini, jangankan cari kerja, dagang pun susah.
Dalam aktifitas berjualan sering bertemu rekan sesama pedagang yang senasib (sepi penjualan). Mereka awalnya bekerja di perusahaan, tapi terkena PHK, mau tak mau banting stir berjualan. Melihat fenomena ini saya jadi makin kesal dengan orang-orang yang suka nyinyirin / ngeritik orang yang belum bekerja dikatain malas. Dikira mereka gampang cari duit. Enak saja mulut mereka nyap-nyap: "Laki-laki harus kerja, terbang, jangan diam rumah, jangan hanya terpaku bekerja di perusahaan, banyak kerjaan lain, berjualan kek?
"KEPALA KAU LAH...!!!" KAU PIKIR GAMPANG CARI PENGHIDUPAN DI NEGERI INI. APA KAU TAHU MEREKA JUGA PENGEN KERJA, TAPI GA TAHU MAU CARI KEMANA, APA KAU TAHU ADA SEORANG AYAH YANG MENANGIS GA TAHU MAU PERGI KEMANA UNTUK MENCARI PENGHIDUPAN ANAK ISTRINYA. KAU NGOMONG SEENAK JIDAT, SEMENTANG KAU SUDAH PUNYA KEHIDUPAN MAPAN..!! KAU TENGOK PERJUANGAN ORANG, KAU TENGOK..!!!"
Biar yang nyinyirin tadi ngerasain, coba kehidupannya ditukar, karakter dan taqdirnya ditukar. Dia ngejalanin pahitnya kehidupan orang mencari nafkah dengan segala ketidak mampuannya. Biar dia tahu, ga ngomong seenak congornya.
Setelah melewati beberapa episode yang melelahkan dan menyedihkan tapi juga sarat hikmah, akhirnya di penghujung Februari bertepatan beberapa hari jelang Ramadhan, saya akhiri ikhtiar saya berjualan batagor ini.
Saat ini saya belum tahu mau melakukan apa. Nyerah..??? Ya ga lah..!!! Saya tetap berikhtiar terus, dan tawakkal, ini yang penting. Saya sandarkan sepenuhnya kepada Allah yang Maha Baik kepada saya. Yang pasti saat ini saya fokus dulu mengurus si kecil, antar jemput sekolahnya, mengajarinya membaca dan menulis.
Saya jalani taqdir ini dengan segala daya upaya, ketaqwaan dan harapan. Bagaimana pun segala kesempitan, kesulitan, keterpurukan dan kesedihan yang saya rasakan ini, ada hikmah yang harus disyukuri, walau pun tertatih-tatih saya melapangkan dada ini. Saya pasrahkan kepada-Nya, saya yakin Allah tak kan membebani pundak hambanya melebihi kesanggupannya. Inna ma'al yusri yusro: Sesungguhnya beserta kesulitan akan ada kemudahan.
Badai pasti kan berlalu, insyaAllah..
Post a Comment