(sumber gambar: www.mentalkaya.com)

Gencarnya dakwah anti riba di medsos sedikit banyaknya membawa dampak yang positif. Banyak ummat Islam yang sadar akan konsekwensi bekerja di Bank yang notabene riba. Dan ada beberapa kisah nyata para pekerja bank yang berhasil resain (baca: resign) dari pekerjaannya. Tentu ini dampak yang positif.

Namun ada yang perlu dicermati dalam masalah ini. Yaitu situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan (dilematis) untuk segera hijrah dari orang-orang yang sudah terlanjur bekerja di perusahaan yang terindikasi riba ini.

Ada kisah sedih dari para bekerja bank yang resain tersebut. Kehidupan ekonominya masih morat-marit, berjuang sendirian tanpa dukungan penuh dari keluarga, bahkan hubungan dengan keluarga pun tidak harmonis.

Latar belakang kehidupan manusia ini berbeda-beda, tidak semua punya keluarga yang faham agama. Dan juga dari semua keluarga ada yang berbeda karakter. Ada yang terlahir dari keluarga yang moderat dan hikmah, ada yang terlahir dari keluarga yang kaku dan egois, dan lainnya. Jika dari latar belakang keluarga yang tidak moderat, tentu menjadi kendala seseorang untuk hijrah.

Coba anda bayangkan, ada seorang yang ingin resain dari pekerjaan di bank karena panggilan iman, namun ternyata keluarga tak menerima keputusannya, orang tua marah, sang istri kecewa. Dia pun tersisih dari keluarganya, alhasil mentalnya pun down, putus asa, terbersitlah penyesalan resain dari bank.

Apa ada seperti ini, ya pasti ada lah...

Atau ada kisah lain: Ada seorang terlahir dari keluarga yang sederhana atau bisa dibilang ekonomi kebawah. Saat ia bekerja di Bank, orang tuanya senang dan bangga tiada terkira, tak menyangka anak yang disayangi tenyata bisa bekerja di tempat yang bonafid. Dan taqdir membawa sang anak mendapatkan hidayah, ia akhirnya mengetahui bahwa bank itu adalah riba dan ia takut bekerja di tempat yang tak berkah, hingga memutuskan untuk resain. Tapi apa daya, terkendala oleh orang tua (ortu) yang dia sayangi. Ia faham betul sang ortu bukanlah tipe orang yang bisa diajak berdiskusi dalam masalah yang seperti ini, sangat mustahil. Bisa-bisa sang ortu marah, kecewa dan sedih. Kalau ia nekat resain, bisa-bisa ia menyakiti perasaan orang tuanya. Apa yang harus dilakukan?

Atau mau kisah yang lebih rumit. Simak kisah dibawah ini:
Ada seorang anak yang tinggal dengan ibunya, ayahnya adalah pensiunan dari sebuah bank, dan sang ayah sudah tiada. Hidup mereka hanya ditopang oleh gaji pensiunan. Sementara sang anak belum punya pekerjaan tetap. Nah kemudian sang anak mendapatkan hidayah, ia ingin agar keluarganya meninggalkan penghasilan dari riba. Mungkinkah ia ujug-ujug menyuruh sang ibu agar meninggalkan riba dengan tak menikmati lagi uang pensiunan dari bank tersebut?

Bisa-bisa ibunya menjawab: "Kamu bisa kasih makan keluarga tidak? Kalau penghasilan kamu sama besarnya atau lebih besar dari pensiunan ayah kamu, maka ibu tak lagi menikmati uang gaji pensiunan ini. Lha kamu aja masih pengangguran!".

Well, it's become hard situation,
Isn' it?

Mungkin anda mau bilang: "Ya nasehati dong ibunya dengan agama, bilang rezeki itu ALLAH yang kasih, bukan bank?"

Wow solusi yang brilian? Sekalian aja suruh agar ibunya rajin beribadah, rajin baca Qur'an, rajin Tahajjud, rajin puasa sunnah, jadilah ibu yang shalihah. Bisakah begitu???

Mapren, tak semua dari orang tua kita yang faham agama. Orang tua kita tahunya bekerja seperti di Bank itu adalah sebuah karunia, kesuksesan. Bukan aib, bukan kriminil, bukan pula dosa. Mereka mana tahu segala riba, kalau pun tahu, mereka punya alasan sendiri untuk membantah dalil Syar'i yang disodorkan. Jadi mereka anggap adalah sebuah kebodohan jika anaknya meninggalan pekerjaan yang bonafid. Apalagi pekerjaan sekarang susah didapat.

Menasehati orang tua itu bukan mudah, bukan sekali bilang terus mereka sadar dan ngerti. Sekalipun anda sodorkan dalil-dalil shahih, mereka tak kan mau terima. Mereka hanya tahu anaknya sudah pandai membantah orang tua mentang-mentang sudah faham agama.

Rezeki memang ditangan Allah. Tapi jangan lupa kita masih terikat hukum sebab akibat di dunia ini. Hidup ini bukan simsalabim, bukan mukjizat, yang kalau rajin ibadah, maka rezeki seketika datang melimpah, harus ada ikhtiar yang diupayakan. Apalagi kita bukan wali Allah, bukan pula Nabi yang doanya langsung diijabah. Kita cuma makhluk Allah yang banyak dosa.

Cari pekerjaan juga susah di negeri ini. Jangankan mencari pekerjaan, berdagang saja pun susah. Berapa banyak para pedagang yang gulung tikar? Yang dagang itu bejibun, sementara pembelinya segelintir.

Bukan menihilkan peran Allah yang Maha memberi rezeki kepada hamba-hambaNya. Haqqul yakin orang yang shaleh pasti dijamin Allah rezekinya. Nah kita uda shaleh belum? Orang seperti kita yang imannya pas-pasan, baru hijrah pula, kudu menempuh kesabaran dalam melewati ujian dan cobaan. Nah kita sanggup ga bersabar dalam kesulitan?

Seseorang itu bisa bertahan hidup dalam kesusahan karena dukungan dan semangat dari orang-orang terdekat yang disayanginya. Semangat itu adalah segalanya. Makanya yang diperlukan orang saat hijrah adalah pendamping, yang selalu mendukung, membantu dan menyemangati.

Saya pernah baca kisah nyata suami dan istri yang meninggalkan pekerjaan haramnya demi karena panggilan iman. Mereka rela hidup menderita, sampai anak balita mereka pun tak minum susu berhari-hari, bahkan sakit. Tapi mereka tetap tegar memegang prinsip keyakinan mereka. Dan akhirnya jalan keluar pun tiba.

Kok mereka bisa bertahan?

Karena dukungan dari mereka sendiri. Suami, istri dan anak-anak sudah ridha menempuh jalan hijrah dengan segala konskwensinya. Mereka saling mendukung dan menyemangati. Makanya penderitaan yang dialami pun tidak terlalu berat dirasakan.

Namun bagaimana dengan seseorang yang berjuang sendirian melawan arus, tersisih, tanpa dukungan siapa pun, beeraaat lho....

Kalau bisa, bagi para penggiat dakwah anti riba, jangan fokus hanya menasehati dan memberikan dalil ancaman, tapi berdakwahlah dengan hikmah, berikan semangat, mudahkan urusan saudaramu yang sudah terlanjur bekerja di perusahaan yang bergelut dengan riba. Berikan solusi, bantu mereka agar bisa menasehati keluarganya, berikan jalan keluarnya, apa yang harus dilakukan setelah resain dari pekerjaaan?

Bagi orang orang mungkin punya bakat berdagang atau punya banyak koneksi, mungkin setelah resain dari bank, bisa menemukan solusinya. Tapi bagi yang tak punya bakat berdagang, koneksi pun tak ada, apa yang harus dilakukan?

Tak semua orang yang masih bekerja di Bank itu bernikmat-nikmat dalam pekerjaannya. Tidak semua orang yang masih bekerja di Bank atau pekerjaan sejenisnya itu mendukung riba. Saya yakin mereka ingin segera resain tapi situasi dan kondisi tidak memungkinkan. Mungkin jika mereka hidup sendiran di muka bumi ini, saya yakin mereka yang beriman pasti segera langsung resain, karena tak ada lagi yang harus dikhawatirkan, namun mereka tak hidup sendiri, mereka punya keluarga, punya orang tua, punya istri, punya anak yang belum tentu siap dan mendukung mereka.

Jika kalian ditaqdirkan bisa hijrah dari pekerjaan yang tak berkah dengan segala kemudahan, kekuatan dan dukungan keluarga, maka bersyukurlah, segala kemudahan itu datangnya dari Allah, maka jika melihat saudaramu yang masih berkutat dalam pekerjaan tak berkah dan belum bisa resain, jangan keburu memfonis dirinya, tapi nasehati, beri dukungan dan doakanlah agar ia diberi kekuatan untuk bisa resain.

Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah untuk bisa selalu lurus dan taat dijalanNya. Aamiin

Wallahu'alam bisshawab..

Post a Comment