Hari raya Iedul Adha kali ini kembali berbeda, dan seperti biasa saya tetap ikut keputusan pemerintah, yaitu berhari raya Qurban dihari Ahad (Minggu).

Ada rasa sedih, kecewa, dan kehilangan semangat, sebab hari raya Iedul Adha kali ini saya hanya sendirian melaksanakan shalat Ied. Ibu saya tak mau ikut, beliau tak mau shalat di Masjid-Masjid kebanyakan, karena lokasi shaf wanitanya di tengah jalan. Saya pun sebenarnya sudah tak semangat karena shalat lelakinya di dalam Masjid. Harusnya sunnah shalat Ied berjamaah itu di lapangan. Biasanya kami ikut shalat berjamaah di lapangan bersama Muhammadiyah. Tapi kali ini kami protes tak mau ikut putusan pimpinan pusat.

Imbasnya ya beginilah, shalat kita terlunta-lunta, mau cari shalat Ied berjamaah di lapangan itu susah di tempat saya, hampir rata-rata semuanya di Masjid, dan wanitanya di tengah jalan (jalanan di blokir).

Sedih juga lihat saya shalat sendirian. Rasanya mau marah melihat pelaku-pelaku perbedaan ini. Gara-gara mereka ummat tercerai berai. Ngakunya mau menjalin ukhuwah Islamiyah, tapi malah menjalin hizbiyyah. Gimana mau menjalin ukhuwah, kalau shalat Ied saja di negeri sendiri bisa berbeda-beda.

Tapi dengan antengnya pengikut setia pelaku perbedaan ini berkata: "Ga usah ribut-ribut, ga usah berdebat, ini masalah khilafiyah, lapangkan hati, legowo menerima perbedaan. Jalani sesuai keyakinan, masing-masing ada dalilnya jadilah ummat Islam yang dewasa"

"Hallo pak, bu, om...??!!"

Gimana ga ribut, jelas saja orang ingin ribut, orang punya hak untuk bicara. Kita jadi susah gara-gara kalian. Gara-gara keputusan kalian, satu keluarga tak nyaman berhari raya. Suami, istri, anak, menantu berhari raya sendiri-sendiri. Istri dan ibunya hari raya hari ini, suaminya besok. Ada juga anak berselisih faham dengan ibunya gara-gara perbedaan ini. Ibunya ingin anaknya ikut Muhammadiyah, tapi sang anaknya ingin ikut pemerintah, akhirnya si ibu tak jadi shalat Ied. Hari raya apa ini? Apa kalian fikir mereka nyaman menjalaninya?

"Jangan kalian fikir kami semua penduduk Indonesia ini setuju dan menerima keputusan kalian?"

Kami manut bukan karena legowo, tapi terpaksa menerima semua ini. Mau gimana lagi, yang punya massa / pengikut, kalian. Yang punya keputusan, kalian. Jadi bisa apa kami?

Kalian mungkin tak ribut, karena kalian satu komunitas, satu organisasi semua, atau berada di komunitas yang sama, tapi gimana nasib para pengikut sunnah yang lain? Gara-gara perbedaan ini, shalatnya jadi tak nyaman. Selama ini biasa shalat di Masjid Muhammadiyah, tapi lantaran kali ini berbeda, dia bingung mau beribadah di Masjid mana lagi? Karena Masjid Sunnah itu minoritas.

Kami ini sudah banyak masalah, jangan lagi ditambah dengan masalah lain. Kami cuma ingin beribadah dengan khusyuk dengan keluarga bersama-sama.

Tolong, wahai Muhammadiyah, atau siapa pun kalian yang merasa paling hebat agamanya, paling besar organisasinya, lepaskanlah ego kalian demi persatuan dan kenyamanan ummat dalam beribadah. Mengalahlah, serahkan keputusan berhari raya hanya kepada yang berwenang (pemerintah). Agar kita seluruh ummat Islam Indonesia ini bisa serentak berhari raya.

Kalian para penguasa / petinggi organisasi / partai / apalah. Keputusan kalian yang membuat ummat terkotak-kotak, tercerai berai, membuat ummat tak nyaman beribadah, bisa jadi nanti akan diminta pertanggung jawaban oleh Allah kelak di Yaumil Akhir.

Gara-gara sikap kalian yang super bijaksana dan dewasa ini, suasana hari raya kami jadi kacau balau. Iedul Adha yang sedianya ingin khusyu', jadi tak menentu. Harusnya kita berIedul Adha dengan keluarga dan komunitas kita, jadinya berkesendirian dan terasing ditengah-tengah komunitas lain.

Ini mungkin baru awal dari ketidaknyaman kami berhari raya di negeri yang super ajaib ini. Tidak terbayang bagaimana nasib kami menjalani Ramadhan, Iedul Fitri dan Iedul adha tahun-tahun berikutnya.

Post a Comment