Benar jua adanya, wabah yang paling aneh dan paling mengherankan di dunia ini adalah Covid-19. Beneran aneh, dibilang nyata tapi seakan ada, dibilang nyata, tapi banyakan ga nyatanya.
Hampir 2 tahun wabah virus ini bikin heboh Indonesia juga negara-negara lainnya. Korban katanya semakin lama semakin bertambah. Di India sudah ada istilah Tsunami Covid-19. Saking dahsyatnya sampai disamakan dengan Tsunami.
Bukan cuma korban bertambah, tapi virus Corona-nya sendiri sudah bermutasi dengan bermacam varian (kayak makanan aja ya banyak varian rasanya). Baru ini ada virus dengan banyak varian.
Tapi semakin lama, keheranan saya tersebut tidak jua pupus. Semakin lama, saya ga bisa menemukan bukti mudharat besarnya virus ini. Mereka bilang korban makin bertambah, tapi faktanya di setiap tempat yang ada dihadapan mata saya, yang saya lalui setiap hari, itu baik-baik saja. Contoh di kawasan rumah saya, hanya beberapa yang meninggal terkena Covid, selebihnya warga yang meninggal karena usia atau penyakit lain.
Di tempat saya, pasar warung, di kafe, di Masjid, di lapak-lapak jualan, di pesta pernikahan, itu setiap hari terjadi aktifitas berkerumun dan sebagian besar orang-orangnya tak pakai masker, tapi ga ada tuh banyak korban jiwa.
Sudah hampir 2 tahun pandemi ini, yang meninggal terpapar Covid di tempat saya tak sampai berpuluh-puluh jiwa banyaknya. Poin ini yang sangat membuat tanda tanya besar bagi saya.
Dan ditambah pengalaman-pengalaman yang saya rasakan belakangan ini membuat saya semakin tidak percaya.
Sekeluarga dilanda demam
Pengalaman yang paling nyata adalah saat saya sakit demam di awal bulan Agustus yang lalu. Bukan cuma saya yang sakit, Qadarullah kami sekeluarga terserang demam, berawal dari ibu saya. Beliau yang pertama kali sakit, lalu menular ke si kecil kami, selanjutnya saya, adik serta istrinya.Demam yang kami rasakan bukan demam biasa, lumayan berat, sangat berat. Badan terasa ditusuk-tusuk, kepala pening, panas yang tinggi, batuk, tenggorokan sakit, menggigil, tidak nafsu makan. Bahkan adik saya sempat mengalami gangguan rasa dan penciumannya.
Biasanya demam yang saya rasakan paling lama hanya seminggu, paling cepat 3 hari. Tapi yang satu ini lumayan lama, hampir sebulan kami merasakan sakit ini, seolah seperti tak ada sembuh-sembunya.
Dengan hanya berobat ke bidan terdekat, plus didukung oleh Habbatussauda, Madu, air jahe + serai, susu kambing Etawa, berangsur-angsur, pelan tapi pasti, sakit kami mereda.
Tapi ternyata ga cuma kami sekeluarga yang sakit. Tante (adik ibu) yang di depan rumah juga terkena demam dan batuk-batuk, dan tetangga disamping kami juga terdengar suara batuk yang bertubi-tubi (mungkin dia tertular juga). Atau mungkin lagi musim demam kali ya?
Namun ada kejadian sedikit heboh, adik iparku (istri adik), disarankan oleh orang tuanya agar melakukan test PCR. Mungkin mereka penasaran apa sakit anaknya ini. Dan dilakukanlah PCR, setelah beberapa hari, hasilnya ternyata POSITIP.
What...????
Istri adikku dinyatakan terkena gejala Covid-19. Dia disuruh isoman (isolasi mandiri) beserta suaminya (adik saya). Maka gegerlah kami sekeluarga. Antara percaya dan tidak, berarti saya, ibu, anakku, juga terkena Covid. Kan penularan pertama dari ibu saya. Kita rada takut juga, ibu mewanti-wanti adik, agar untuk sementara jangan ke rumah dulu. Ya sekedar info kami dan adik+istrinya tinggal tidak satu rumah. Kita punya rumah masing-masing.
Dan praktis selama masa isoman, kami memakai masker walau didalam rumah.
Padahal saya befikir, buat apa ibu melarang adik, toh yang nularin demam kan ibu saya, semuanya sudah pada kontak fisik, jadi buat apa lagi menjauh-jauhkan diri? 😀.
Ada rasa tak percaya kalau kami terkena Covid, lha wong penciuman / indra rasa kami baik-baik aja, sesak nafas dan kelelahan juga ga ada. Cuma demam berat saja.
Tapi teman saya yang juga kena Covid dan adik saya yang di Surabaya bilang, gejala Covid itu berbeda-beda pada tiap orang, tergantung penyakit bawaan dan imunitas tubuhnya. Ya sudahlah kami pasrah jika dikatakan terkena Covid. Memang sih demamnya cukup berat, panas badan saya lumayan tinggi juga. Berarti ini bukan cinta biasa, eh maksudnya demam biasa.
Dan belakangan saya dapat info dari tante (adik ibu) yang didepan rumah, bahwasanya saat beliau sakit, gejalanya tidak bisa cium bau, lidah juga tidak bisa merasa. Sudah dicoba dengan mencium minyak kayu putih, tetap tak ada bau apa pun. Rasa makanan juga hambar. Yakinlah sudah kalau beliau juga tekena Covid, mungkin juga tetangga disebelah saya juga?
Saya jadi berfikir, zaman wabah ini, demam sudah tergantikan dengan istilah POSITIF/gejala Covid.
Kejadian aneh dibalik semua ini
Kejadian Pertama: Dulu sewaktu istri adik saya yang di Surabaya terkena Covid, masih ada perintah karantina di rumah sakit selama 14 hari, sembuh atau tidak, segera tinggalkan rumah sakit dan lanjutkan isoman di rumah. Dan istri adik juga diharuskan test SWAB untuk mengetahui apakah sudah negatif atau belum. Sampai 3x di SWAB baru hasilnya adik ipar saya itu negatif. Rupanya saat dia masih negatif tapi dinyatakan tidak berbahaya / tidak lagi menularkan ke orang lain, karena hasil CT Valuenya sudah membaik. Aneh ya, padahal dulu di awal-awal wabah, penderita Covid itu adalah momok yang menakutkan. Pokoknya selama masih postif, si penderita Covid harus di isolasi penuh, takut menularkan gitu.Kejadian kedua, saat istri adik yang di Medan dinyatakan positif, tidak ada disuruh SWAB/PCR lagi, dokter hanya bilang isoman saja di rumah, dan minum obat. Dan setelah lewat 14 hari, dokternya bilang tak perlu lagi SWAB karena virusnya setelah 14 hari akan hilang sendiri. Wow amazing 😀.
Kejadian ketiga: Saat saya sakit dan berobat ke bidan, saya memanggil tukang ojek tetangga saya. Tentu saja kita berada dalam jarak begitu dekat, dan kami tidak memakai masker (kebetulan saya lupa bawa masker, sedangkan tukang ojeknya memang ga pernah pake masker). Tapi si tukang ojek ga tertular tuh, dia sampai sekarang baik-baik aja.
Jangankan tukang ojek, istri saya yang satu atap, satu kamar, berkali-kali kontak fisik, sehat -sehat aja. Cuma istri saya yang tidak tertular demam. Aneh kan?
Kejadian ke empat: Tante saya yang didepan rumah, yang terkena demam, sudah berapa kali berada dalam jarak dekat dengan para tetangga. Bahkan istri saya sempat mengantarkan makanan ke rumahnya, tak pakai masker pula. Tapi istri saya dan para tetangga insyaAllah sehat-sehat. Bahkan suami si tante juga sehat wal afiat.
Melihat kejadian diatas, maka timbul pertanyaan. Dimana letak "sangat menular"nya virus Corona ini? Bukankah katanya yang ditakutkan oleh virus ini adalah penularannya? Hingga harus diadakan lockdown atau PPKM, semua disuruh jaga jarak, orang dilarang mudik, dan lainnya.
"OH, MEREKA YANG SEHAT-SEHAT TERSEBUT, MUNGKIN SAJA TERTULAR TAPI BERSTATUS OTG..!"
Atau ..
"OH, MEREKA YANG SEHAT-SEHAT TERSEBUT, MUNGKIN SAJA IMUNITAS TUBUHNYA KUAT ATAU TIDAK MEMILIKI COMORBID..!"
"BLA..BLA..BLA..!!!"
Itu jawaban yang sangat mainstream sekali saya dengar. Para medis ini seolah tak kan tersalahkan, merekalah peneliti dengan data yang paling ilmiyah dan akurat 1000%.
Kalau memang seperti itu jawabannya. Maka mayoritas warga Indonesia ini sehat semua dong? Semuanya punya imun tubuh yang kuat, hingga mampu menangkis serangan virus Corona ini.
Atau
Covid-19 ini tidak begitu berbahaya, sama saja dengan penyakit-penyakit menular lainnya seperti, TBC, Pneumonia, Bronkitis, demam, flu, Types, dan lainnya.
Ya kan betul? Penyakit-penyakit yang saya tulis barusan, itu kan menular, kadang berbahaya, kadang tidak. Dan penularannya pun bergantung kekuatan imun kita? Jadi apa bedanya? Kenapa penyakit-penyakit menular selain Covid tidak ribut dan geger?
Sering saya lihat fakta di lapangan, bahwa aktifitas kerumunan dimana saja, tidak terjadi peristiwa apa pun.
Saya ini dari mulai awal Covid sampai sekarang sering beraktifitas di luaran, saya banyak keluar masuk rumah sakit, berganti-ganti rumah sakit, disana saya berkerumun dengan para pasien dengan masker-masker mereka yang seadanya. Saya juga sering ke Masjid, saya sering ke pasar, saya juga naik turun angkot, saya juga pernah ikut antri sembako di kantor lurah (ini luar biasa, para warga berkerumun dan berdesakan), mayoritas ga ada pake masker), tapiiiiii, semuanya aman-aman saja pak, bu...
Buktinya supir angkot masih beraktifitas tanpa maskernya, para pasien yang membludak di rumah sakit dengan para perawat dan dokter-dokternya sampai sekarang sehat-sehat saja, semua warga juga sehat wal afiat sampai sekarang. Alhamdulillah..
Kalau anda lihat para pasien yang ada diruang tunggu di rumah sakit manapun, apalagi via pelayanan BPJS, itu pasiennya ramai sekali. Akitifitas kerumunan disini sudah tidak bisa dihindarkan. Pakai masker pun percuma, mau sampai 10 lapis juga kalau bagian mata tak dilindungi ya virusnya masuk juga.
Oya, saya pernah berkali-kali masuk ke area ruangan SWAB dan Covid di sebuah rumah sakit. Saya berkerumun dengan para pasien yang ingin di test SWAB / PCR disana. Bayangkan pak, bu, ruangan SWAB seperti ruangan umum saja, dimana orang yang sehat bercampur baur dengan orang yang mungkin sakit. Tapi alhamdulillah kita sehat-sehat saja.
Masuk logika ga, kalau aktifitas kerumunan dalam satu ruangan tertutup, hanya dengan modal masker tapi pada sehat-sehat semua. Dimana letak keganasan virus Corona ini? Katanya sangat menular??
Jadi saya beropini ini berdasarkan fakta dan pengalaman saya. Bukan karena ikut-ikutan seperti orang-orang kebanyakan yang sinis dengan pandemi Covid ini.
One more thing, Covid-19 ini lama-kelamaan kayaknya sudah tak berbahaya lagi. Orang yang positif dulu disuruh karantina di rumah sakit, sekarang hanya isoman di rumah, dulu orang yang positif harus di SWAB berkali-kali agar tahu hasilnya negatif atau tidak. Sekarang, saat orang positif cukup isoman 14 hari dan tak perlu SWAB lagi karena sudah pasti negatif katanya.
Kalau memang Covid itu sedemikan bahayanya dengan tingkat penularan yang tinggi, ya harusnya kita sudah habis semua, karena kebanyakan orang Indo ini tidak disiplin. Tapi sekali lagi FAKTA DI LAPANGAN TIDAK DEMIKAN ADANYA....!!!!
Tentu anda bilang, "JADI YANG KAMI KUBUR SETIAP HARI ITU APA?"
Oke saya jawab juga:
"YANG SAYA LIHAT SETIAP HAR, DARII AKTIFITIS KERUMUNAN TANPA MASKER TAPI SEHAT-SEHAT SAJA ITU APA?"
"YANG SAYA LIHAT ORANG YANG POSITIF TAPI DIA BERAKTIFITAS KEMANA-MANA DAN TAK KEJADIAN APA-APA ITU APAAAAA...???"
"KALAU MASALAH MENINGGAL, SEBELUM COVID PUN BERAPA BANYAK ORANG YAMG MENINGGAL KARENA SAKIT TBC, PARU-PARU, TYPES, JANTUNG, HIPERTENSI, GERD. BERAPA BANYAK NYAWA YANG MELAYANG? JANGAN-JANGAN MALAH LEBIH BANYAK YANG MENINGGAL KETIMBANG KENA COVID!"
SILAKAN JAWAB HEY PARA MEDIS, FAKTA-FAKTA YANG SAYA UNGKAPKAN DIATAS!
Kalau memang Covid ini relatif aman, ya seharusnya ga usah ada PPKM, ga usah ngelarang orang mudik, ga usah ngelarang orang untuk shalat berjamaah di masjid, ga usah maksa atau ngancam warga yang ga mau vaksin. Faktanya kami disini semua masih bisa bernafas kok, kita masih bisa beraktifitas diluaran, kita masih aman shalat berjamaah di masjid sampai sekarang, kita masih aman untuk mencari nafkah di luaran. Kalau pun tertular, ga semua juga yang tertular dan kita masih bisa minum obat herbal.
Cukup perintahkan saja warga agar supaya pake masker, jaga jarak, dan sering cuci tangan. Itu lebih masuk akal!
Jadi jangan terlalu menyalahkan orang-orang yang tak percaya Covid. Karena faktanya dilapangan terlihat tidak seperti yang diberitakan.
Post a Comment