Duh, beragama kok cuma pakai kepala dan ngecekin dalilnya mana? Padahal, beragama itu, kan, juga melibatkan kerja hati, sensitifitas rasa, dan ketajaman intuisi!

Diatas adalah kutipan dari artikel yang saya baca di sebuah situs yang bernama mojok.co. Silakan aja baca artikelnya dengan mengklik linknya.

Kelihatan sekali kalau si penulis merasa alergi dengan orang-orang yang berpemahaman agama yang "ortodoks" alias original. Iya, orang Islam yang masih setia dengan Syariat Allah dan RasulNya itu "ortodoks". Kenapa "ortodoks"? Karena mereka masih mempertahankan keaslian ajaran agamanya, hingga harus selalu menanyakan dalil dalam setiap aktifitas ritual mereka.

Dia sendiri yang menyebut orang yang sering nanya dalil adalah orang beragama modern? Seakan orang-orang seperti yang dia sebut munculnya di era belakangan ini. Padahal dari dulu, seperti inilah ummat Islam harusnya bersikap, yaitu beribadah bersandarkan dalil Qur'an dan Sunnah.

Bukankah syarat melakukan ibadah dalam Islam harus ada dalilnya, harus ada tuntunannya? Ada tidak dikerjakan Rasulullah, ada tidak diperintahkan oleh Allah? Kalau kita beragama dengan sesuka hati kita, rusaklah agama ini. Semua orang boleh ngomong masalah agama dengan logika dan hawa nafsunya sendiri.

Makanya ya ga salah kalau dalam urusan agama, kita sering bilang, ada dalilnya ga?

Kenyelenehan si penulis makin tampak setelah dia berkomentar mengkritisi ummat Islam yang loyal kepada agamanya yang dianggapnya terlalu berlebihan. Seperti ini nih:
  • Tidak boleh memarahi orang yang buka rumah makan saat Ramadhan.
  • Berkonotasi negatif tentang umat yang bangga dengan Masjid dan aksi ummat.
  • Mencurigai simbol Islam seperti takbir dan busana Syar"i. Busana Syar'i dia anggap trend, bukan suatu kewajiban Syariat.
  • Nyinyir dengan simbol halal / haram.
Pokoknya uda curigation aja dengan orang yang taat dengan Syariat agamanya. Orang kayak gini uda ketauan, nyinyir sama saudara seimannya tapi loyal dengan kaum kafir sekalipun memusuhi Islam.

Bicara ngalor ngidul, pake bahasa asing segala, biar dikira intelek dan ilmiyaaah, padahal SYUBHAT SEMUANYA. Sekilas mengajak orang berfikir bijak tapi faktanya meracuni ummat dengan Syubhat. Tahu syubhat? Cari di Google?

Setelah saya selidiki, tahulah saya siapa gerangan si penulis, tak lain tak bukan ternyata seorang Gusduriyyun alias pengikut Gusdur. Pantas saja, setali tiga uang sama yang diikuti, sama-sama anti terhadap ummat Islam yang ingin taat dengan pemahaman Islam kaffahnya.

Dukungannya kepada amalan Tahlilan, Yasinan dan amalan lainnya yang tidak pernah ada tuntunannya itu sangat loyal. Mengalahkan keyakinan amalan sunnah yang jelas-jelas ada dalilnya. Beginilah akibat terlalu mengentengkan dalil.

Sedemikian cintanya si penulis dengan Tahlilan, sampai mengatkan Tahlilan adalah hasil ijma.

WHAAAAT...????

Ijmanya siapa? Empat imam Mazhab saja tak pernah melakukan amalan Tahlilan, Yasinan dan semua amalan bid'ah lainnya. Yang anda ikuti itu ulama, apa kyai anda?

Ini yang saya bilang banyak orang yang cerdas / pintar tapi dia tertipu oleh kecerdasan / kepintarannya sendiri.

Apa perlu berislam itu selalu nanya-nanya dalil?

Ya jelas perlu..!!! Kalau kita beragama lebih banyak mengedepankan hati / hawa nafsu ketimbang dalil, maka pasti akan mendatangkan kerusakan. Contoh: Anda melakukan amalan zikir/wiridan/doa ramai-ramai dan ditentukan kapan saja waktu pelaksanaannya, umpama saat ada acara syukuran, saat ada kemalangan. Dimata kita kegiatan ritual kayak gini baik, ya karena unsur religinya. Tapi apa ada manfaatnya ritual kayak gini? Selain memang tak ada tuntunannya, ritual amalan baru kayak gini seolah menjadi kewajiban atau dianggap sunnah. Dan kalau ritual kayak gini tumbuh subur, maka hilanglah amalan sunnah yang sesungguhnya.

Amalan-amalan yang sesuai tuntunan Syariat sangat banyak, dari mulai shalat wajib, shalat sunnah, puasa wajib, puasa sunnah, bersedekah, baca Qur'an, zikir pagi dan petang, beristighfar, dan banyak lagi amalan lain yang sesuai tuntunan. Lantas mengapa kita masih sempat membuat/mengerjakan amalan-amalan baru yang tak ada tuntunannya? Amalan wajib dan sunnah saja belum pun engkau kerjakan sudah membuat amalan baru.

Harusnya kita itu salut dan apresiasi positif terhadap orang-orang yang mau menjaga kemurnian ajaran agamanya, bukan malah nyinyir. Lebih baik berhati-berhati atau dibilang kaku, daripada bermudah-mudah dan terjebak kepada kesesatan.

Jika setiap orang yang selalu menanyakan dalil dalam beragama itu dikritisi, maka akan bebas sebebas-bebasnya orang beragama tanpa hukum yang Syar'i. Semua orang berhak melakukan dan ngomong apa saja tentang agama. Don't you understand about this..????

Beragama sesuai dalil itu juga bagian dari fitrah manusia. Manusia itu suka kepada yang namanya original dan pasti benci yang namanya palsu, abal-abal, dan bikin-bikinan sendiri. Manusia itu menyukai kejujuran dan membenci dusta/kebohongan. Jadi setiap amalan-amalan bikinan sendiri yang tak ada tuntunannya jelas tidak akan diterima oleh hati manusia itu sendiri. Kecuali buat orang-orang yang fanatik buta sama kelompoknya, yang menuhankan kyainya, maka orang kayak gini sudah hilang kesensitifan fitrah keimanannya.

Buat para pembaca, jangan mudah terpesona dengan tulisan-tulisan yang serasa ilmiyah, ngeremaja, tapi menghembuskan syubhat, keragu-raguan di hati. Tinggalkan tulisan-tulisan kayak gitu. Bukan kapasitas dia bicara agama. Dengarkan saja para ustadz yang sudah dikenal banyak orang keilmuannya seperti ustadz Khalid Basalamah, ustadz Firanda Andirja, Ustadz Syafiq Basalamah, Ustadz Nudzul Zikri, AA Gym dan lainnya. Berhati-hatilah dalam mencari rujukan beragama.

Semoga bisa mencerahkan.

Post a Comment