Sudah jadi tradisi yang "wajib hukumnya" kalau pergantian di akhir tahun harus dirayakan dengan pesta meriah oleh warga seluruh dunia dengan segenab kegembiraan dan sukacita. Tak ketinggalan (tentunya) umat mayoritas di negeri ini yaitu Muslim.
Ucapan selamat pun akan segera bermunculan baik di medsos, media layar kaca maupun di dunia nyata sehari-hari. Ini sudah pemandangan yang jamak. Sangat jamak.
Namun dibalik fenomena mainstream yang dianggap kewajaran tadi, ada beberapa manusia yang tak ikut-ikutan dalam seremonial keagamaan ini. Mereka berada nun jauh disana, di suatu tempat yang terasing, sangat terasing, dimana warganya sering dibully, dipojokkan, dikeroyok oleh sejumlah orang-orang "kuat". Orang-orang terasing ini dengan rasa tulus dan kasih sayang tak henti-hentinya menasehati saudara-saudaranya dengan ajakan:
WAHAI SAUDARAKU SEIMAN, JANGAN MERAYAKAN DAN MENGUCAPKAN SELAMAT HARI AGAMA KEPADA PEMELUK AGAMA YANG LAIN. KARENA ITU MENYALAHI AQIDAH
Namun seruan tadi bagai teriakan tanpa pengeras suara yang tenggelam ditengah hingar bingar dentuman sound system yang menggelegar.
Semua tak memperdulikan, semua mencemoohkan, karena sudah terlalu haqqul yakin kalau euphoria pergantian tahun ini adalah pesta seluruh dunia, seluruh ummat, seluruh agama. Nasehat, anjuran dan larangan sudah tak ada tuahnya lagi. Karena mayoritas menganggap seruan dan nasehat tadi datangnya dari orang-orang yang aneh, orang-orang terasing, orang-orang yang dibully, dituding radikal, garis keras dan teroris..!!!
Orang-orang di negeri ini sudah terlalu banyak dinina bobokkan oleh yang namanya toleransi hingga kebablasan. Mereka takut sekali kalau yang namanya non Muslim itu akan tersinggung dan marah kalau hari rayanya tidak kita apresiasi dengan ucapan dan turut merayakannya.
Padahal faktanya, tetangga, sahabat non Muslim kita itu fine-fine aja (baik-baik aja). Bertahun hidup berdampingan, mereka sangat maklum dengan prinsip/keyakinan umat Islam ini. Ya, contoh kecil saja, saya pernah menghadiri pesta pernikahan seorang kenalan yang beragama kristen. Keluarga besar mereka adalah suku Batak. Dalam pesta adat Batak tentu ada tradisi minum tuak. Tapi untuk tamu yang Muslim tak kan menikmati itu karena tempat mereka dipisahkan. Sementara untuk acara jamuan makan, mereka sangat menghormati dengan tidak menyuguhkan masakan mereka ke tamu-tamu yang Muslim. Tamu yang Muslim sudah dipesankan masakan dari restoran Minang berikut minuman air mineral.
Lihatlah betapa elegannya rasa toleransi tersebut. Itu salah satu contoh kecil. Mau contoh lainnya? Baik saya berikan. Kali ini pengalaman dari almarhum ayah saya sendiri.
Beliau dulu saat masa mudanya pernah singgah ke tanah Batak Balige menemui kerabat disana. Karena ada urusan yang tidak bisa dibilang sebentar, beliau menginap beberapa hari disana. Tahu sendiri tanah Balige adalah mayoritas non Muslim. Lihatlah apa yang dilakukan oleh kerabat non Muslim disana. Mereka memanggil tukang masak Muslim untuk memasakkan masakan yang halal untuk ayah saya. Ini baru namanya toleransi.
Lihat bukti kaum nashrani dan non Muslim lainnya yang sangat maklum dan menerima keyakinan orang-orang Islam.
Tidak seperti zaman now, dimana toleransi itu sudah kebablasan hingga menabrak pagar pembatas Aqidah. Semua perayaan non Muslim harus diikuti, harus mengucapkan selamat, harus turut serta berpartisipasi didalamnya, kalau tidak maka di cap INTOLERAN.
Siapa Pelaku dan Pendukung Toleransi Kebablasan ini?
Tidak lain tidak bukan ya ummat Islamnya sendiri yang sok merasa paling bijak, sok paling hikmah, sok bersikap dewasa. Umat Islamnya sendiri yang hampir kebanyakan menyokong faham toleransi kebablasan ini, mulai dari pejabat, tokoh agama, ustadz seleb, ustadz tradisonil, artis, pelawak, seleb medsos, pemilik stasiun TV, pengusaha, blogger, youtuber dan lainnya.
Semua ramai-ramai mengucapkan selamat natal, selamat tahun baru, selamat imlek, selamat devawali, dan selamat-selamat hari-hari-hari besar keagamaan lainnya. Ga cukup sekedar mengucapkan tapi ikut meramaikan dengan memakai atribut keagamaan mereka. Semangat toleransi yang menyala-nyala telah menghanguskan nalar keimanan mereka. Luar biasa..????
Mungkin tulisan ini tidak akan ngaruh buat anda. Saya ini siapa? Lha wong anda saja sudah dengar dari ustadz Anu kalau ngucapin Natal dan ngerayain tahun baru dibolehkan, pake dalil lagi? Ustadz lho, bukan cuma satu tapi banyak?
Menanggapi hal ini saya akan menjawab dengan sebuah kutipan bijak, mari disimak:
....dengan meneguhkan satu pendapat kuat di kalangan Salafus Shalih, bahwa Nabi Saw, para Khulafaur Rasyidin, menurut Ijma’ para Shahabat, menurut Ijma’ empat Imam Madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali); bahwa tak satu pun dari mereka yang pernah mengucapkan “Selamat Natal” atau “Selamat Hari Raya Yahudi-Nashrani”. Jika Nabi dan para Shahabat tidak pernah melakukan perbuatan itu, lalu apa artinya pendapat ulama-ulama yang membolehkan itu? Apakah mereka menjadi sumber Syariat, selain Nabi SAW (Quoted from Ustadz Sam Waskito)
Tidak semua pendapat ustadz/ulama yang harus kita patuhi dan ikuti. Fatwa mereka bukan mutlak tolak ukur kebenaran. Ustadz dan ulama juga manusia, mereka bisa keliru dalam berfatwa atau fatwa-fatwa mereka itu terkait situasi kondisi kehidupan warga negaranya. Artinya fatwa kebolehan ucapan selamat natal tidak bisa diterapkan di negara lain contohnya seperti negara kita ini.
Maka dalam hal ini kita bersandar kepada perbuatan Nabi, para Shahabat dan tentu saja dalil dari Al-Qur'an dan Sunnah. Apakah ada Rasulullah dan para Shahabat dulu mengucapkan selamat/merayakan Natal dan Tahun Baru? Tolong direnungkan?
Lagipula Majelis Ulama Indonesia sudah sejak lama mengeluarkan fatwa haramnya mengucapkan dan merayakan natal.
Masalah hukum mengucapkan selamat kepada perayaan natal dan tahun baru ini saja masih kontroversi (ini di mata mayoritas orang di negeri ini). Taruhlah ini masalah kontroversi. Maka sudah seharusnya yang masih dalam perdebatan itu lebih amannya ditinggalkan, karena ini namanya SYUBHAT (samar antara halal dan haram).
Mohon untuk saudara-saudaraku blogger Muslim kiranya direnungkan, tidak latah dalam ikut mengucapkan apalagi merayakan perayaan agama lain. Perdalamlah wawasan agama kita agar tidak kudet dalam aqidah.
Bagi Sobat yang ingin mengetahui lebih jauh memgetahui masalah ini, silakan kunjungi postingan lama saya: Mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Serta Berpartisipasi Didalamnya.
Semoga Allah Ta'ala memberi kita petunjuk dan hidayahNya? Aamiin
Post a Comment