Ya inti pertanyaannya kenapa hidayah itu tidak bisa diterima oleh semua orang? Kenapa yang dipilih Allah jadi orang baik itu Umar ibnu Khattab ra, kenapa bukan Abu Lahab, Abu Jahal dan lainnya?
Fakta di lapangan banyak ummat Islam yang nyinyirin ajaran agamanya dan juga nyinyirin saudara seimannya. Umpama: jika ada yang pakai cadar dan cingkrang dinyinyirin, jika ada yang tegas menolak kemungkaran dibilang radikal, kalau ngibarin bendera Tauhid dibilang teroris, yang ngamalin Poligami di hujat, yang suka memakai bahasa Arab dibilang kadrun dan kearab-araban dan lainnya.
Jika dinasehatin orang-orang yang nyinyirin tadi, pasti dia ngebantah, makin bertambah kenyinyirannya. 1 kata yang keluar dari mulut kita, 20 kata dibalas sama dia. Para nyinyiriyyun tadi tak terima nasehat atau penjelasan apa pun, mereka pasti merasa dirinyalah yang paling benar.
Dan sebaliknya ada orang-orang yang hatinya lapang, mau meneriman nasehat, mendukung ajaran Islam, tidak memusuhi ummat Islam yang taat kepada Syariat, engga nyinyir sama Poligami dan Khilafah, ga musuhin FPI (walaupun ga suka), Rajin shalat di Masjid, rajin Tahajjud, rajin sedekah dan baca Qur'an dan lainnya.
Kenapa hidayah itu milih-milih orang ya?
Sebelumnya saya ingin cerita sedikit tentang kisah saya.Sedari kecil saya, almarhumah kakak dan adik-adik tak pernah dtekankan secara khusus untuk mengenal agama. Pengetahuan agama kami terima dari pendidikan sekolah, itu pun sekedarnya saja, tidak spesifik seperti di pesantren. Tapi lihatlah saya, kakak dan adik-adik tumbuh sendiri dalam kecintaan kepada agama.
Tidak ada yang memaksa kami untuk Shalat 5 waktu, tidak ada yang memaksa kami untuk berpuasa, padahal kami masih kanak-kanak. Kami menjalankan Shalat karena memang ingin, bahkan adik saya yang paling kecil waktu itu pernah marah karena tidak dibagunkan saat sahur.
Sedari kecil, entah kenapa kami memang minat dengan Islam. Adik saya suka mengoleksi buku-buku agama, saya sendiri mulai mencari Allah saat duduk di SMP ketika saya diberi buku kumpulan doa oleh teman.
Kita tumbuh seolah otodidak mengenal Islam. Sedari kecil saya sudah dihadapkan oleh pemahaman-pemahaman diluar pemahaman mayoritas ummat. Umpama saya pernah diberitahu, ada pemahaman lain diluar pemahaman Islam kebanyakan, yaitu Muhammadiyah. Dan amalan Muhammadiyah itu beda dengan kebanyakan, tidak ada Qunut Shubuh, tidak Tahlilan, tidak baca Bismillah dengan dikeraskan saat Shalat berjamaah dan lainnya.
Dan entah kenapa, hati saya membenarkan faham Muhammadiyah tersebut, padahal saya belum tahu apa-apa. Mungkin itu insting/kepekaan hati saya yang suka respek kepada hal-hal yang diluar kebiasaan. Menurut saya, kebiasaan yang dilakukan orang banyak itu belum tentu benar. Dan anehnya adik-adik dan kakak saya juga sepemahaman dengan saya. Unik bukan?
Kepekaan dan kelembutan hati yang kami miliki adalah warisan dari sifat orang tua kami. Dan sifat itu menurun kepada kami anak-anaknya.
Nah dari kisah saya ini, saya mengambil kesimpulan bahwasanya kami menerima hidayah karena faktor kelembutan dan kepekaan hati. Hati yang peka dan lembut mudah menerima kebenaran. Jadi bisa disimpulkan kalau orang yang mau menerima nasehat dan menerima kebenaran itu adalah orang yang mempunyai kelembutan dan kepekaan hati.
Tapi kelembutan / kelembutan hati bukan berarti selalu dimiliki oleh orang yang perangai lembut. Orang-orang yang keras, temperamen, kasar pun memiliki kepekaan dan kelembutan hati. Dan sebaliknya orang berperangai lemah lembut bisa jadi memiliki hati yang keras.
Orang yang memiliki kelembutan dan kepekaan hati, instingnya akan mencari kebenaran (Haq).
Makanya itulah kenapa saat musim PEMILU PILPRES saya memilih 01, kenapa? Ya karena itu pilihan para ulama, pilihan para ustadz, pilihan semua kalangan ummat Islam yang lurus.
Maka itu juga kenapa saya memilih ajaran dengan pemahaman Salaf. Kenapa? Ya karena pemahaman Salaf itu selalu mengedepankan dalil shalih, beribadah dan beragama selalu mengikuti Rasulullah SAW.
Nah terus timbul pertanyaan lagi, kenapa kepekaan hati itu milih-milih orang juga? Kenapa hidayah itu hanya didapat oleh orang-orang dengan kepekaan hati/yang mau menerima nasehat?
Jawabannya (menurut saya): Itu suka-sukanya Allah SWT. Allah Maha berkehendak mengaruniakan hati yang lembut kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Lantas kalau gitu hanya orang-orang yang punya kepekaan hati saja yang bisa masuk Syurga? Dan orang yang keras hati dan bebal hatinya sudah pasrah tak bisa masuk Syurga?
Gini ya....
Setiap manusia diberi kebebasan menentukan jalan hidupnya. Mau jadi apa dia, mau yang lembut hatinya atau bebal, mau jadi orang alim atau orang bejat, semua diberi kebebasan. Hidup itu pilihan bukan? Dan pilihannya itulah yang akan menentukan kemana dia akan berakhir. Allah memberikan hidayah kepada semua hambaNya, tapi tidak semua hamba yang mau menerimanya.
“Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang tidak pantas mendapatkannya”.
(Tafsir Ibnu Katsir)
Fir'aun sendiri diberi hidayah dengan diberikan teguran / bencana yang datang bertubi-tubi, tapi Fir'aun dengan sombongnya menolak hati nuraninya.
Jadi, orang-orang yang hatinya keras dan suka nyinyir tadi sudah berulang-ulang tersentuh dari hati nuraninya, tapi dia menolak dan menentang dengan sombongnya.
Makanya bagi anda yang punya hati keras, dan merasa paling pintar dan cerdas, supaya hatimu lembut dan peka, banyak-banyaklah hadir di majlis pengajian Syari, banyak-banyaklah bergaul dengan orang shaleh, banyak-banyaklah mengingat kematian, banyak-banyaklah menangis karena dosa-dosa yang dilakukan. InsyaAllah hatimu akan lembut dan peka, hingga kau mudah menerima nasehat, walau pun nasehat itu pahit sepahit empedu.
Allah Maha Penyayang kok, setiap saat dalam gerak hidup kita Allah selalu memberikan hidayahNya, berapa teguran, peringatan, kejadian yang menyentuh hati dan lainnya. Ya contoh nyata, anda yang baca tulisan saya ini bisa jadi anda sedang diberikan hidayah. Iya kan?
Bersyukurlah anda yang mudah mendapatkan hidayah, anda yang mau menerima nasehat, anda yang tidak fanatik buta, anda yang mengikuti kebenaran ajaran Islam. Bersyukurlah, itu adalah nikmat yang tiada taranya.
Hidup di dunia ini cuma sebentar, tapi anda sudah mendapatkan hidayah kebenaranNya, dan itu modal anda meninggalkan dunia ini sampai nanti bertemu dengan Allah Azza Wa Jalla kelak.
Tidak semua orang Islam yang faham akan agamanya. Kebanyakan dari kita berislam karena orang tua kita Islam. "Babe ama Nyak gue Islam, ya gue Islamlah, titik!". Jadi seolah Islam hanya agama warisan. Padahal kita dituntut untuk mempelajari Islam lebih jauh lagi.
Saya ga bisa bayangkan ada orang yang dari remaja sampai dewasa bahkan sudah tua, sudah lewat kepala 4, hampir mendekati kepala 6 tapi hidayah tak jua menyentuhnya. Dia tak faham agama, lebih banyak fokus kepada dunianya, tak faham mana yang Haq mana yang bathil, mana yang halal, mana yang haram. Bahkan dia sinis atau menentang orang-orang yang taat menjalankan syariat Islam. Mau sampai kapan bertaubat? Mau sampai kapan mengenal kebenaran?
Ngeri rasanya, meninggalkan dunia ini tapi bekal yang dibawa sangat sedikit. Sedangkan orang yang hatinya lurus, orang yang rajin ibadahnya saja masih was-was apakah ibadahnya diterima Allah, apakah dia nanti masuk Syurga atau neraka? Pernahkah anda membayangkan ini? Ngeri rasanya, kawan?
Semoga Allah melindungi kita selalu, banyak-banyaklah menangis memohon ampun kepadaNya. Banyak-banyaklah mengingat mati agar hati kita lembut dan mau menerima kebenaran.
Post a Comment