Beberapa hari yang lalu, kami kembali membawa si kecil ke rumah sakit untuk konsultasi sekalian menanyakan jadwal operasi selanjutnya. Seperti biasa urusan di rumah sakit dengan pelayanan BPJS tidak ada yang namanya sebentar, apalagi di rumah sakit besar milik pemerintah ini. Bisa memakan waktu 1 harian. Luluh lantak badan ini, tapi demi buah hati kami tercinta, kami harus sabar menjalaninya.

Karena memakan waktu 1 harian urusan konsultasi dengan dokter, maka sudah pasti waktu Zhuhur akan dilewati. Sebagai seorang Muslim saya harus bergegas menunaikan shalat, tentu saja ke Masjid. Maka turunlah saya dari lantai 3 rumah sakit menuju ke areal Masjid yang masih berada di dalam kawasan rumah sakit.

Karena sudah tak terhitung bolak-balik ke rumah sakit ini, jadi saya sudah hafal sekali jalan menuju ke area Masjid.

Sampai di Masjid, setelah berwudhu, dengan memakai masker dan membawa sajadah sendiri, seperti biasa saya shalat sunnah Qabliyah. Dan setelah selesai, para jamaah mengambil shaf masing-masing untuk bersiap shalat Zhuhur. Di lantai Masjid sudah lama terlihat tanda silang x, yang mana artinya jamaah tidak boleh berdiri diatas lantai yang bertanda x tersebut. Saya sudah ga aneh melihat itu semua.

Entah kenapa kaki saya melangkah menuju ke lantai yang tidak ada tanda x nya. Dan tepat saat itu imam mengumumkan shalat akan dimulai.

Baru tersadar saya kalau posisi saya dengan jamaah lainnya berjarak. What..? Shalat pakai jarak? Seumur hidup baru ini saya mengalaminya. Dulu saat operasi pertama anak kami, pihak Masjid tidak menerapkan shalat berjarak. Makanya saya katakan tidak aneh dengan pemandangan silang x di lantai Masjid.

Rupanya pihak Masjid (mungkin atas instruksi rumah sakit) menerapkan kembali shalat berjarak, dugaan saya karena merebaknya kembali kasus penularan Covid-19 selepas Lebaran tahun ini.

Rasanya kok aneh shalat berjarak seperti ini?

Apakah Masih Perlu Shalat Berjarak diterapkan kembali di Masjid?

Saya tidak membahas masalah ini dengan kajian fiqih, ini hanya pendapat pribadi berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan.

Rumah sakit yang saya ceritakan diatas adalah rumah sakit besar, merupakan rumah sakit rujukan utama dari semua rumah sakit yang ada di kota saya. Sudah pasti aktifitas disana padat dengan pasien.

Setiap hari berdatangan sejumlah besar pasien dari segala penjuru kota. Aktifitas kerumunan sudah pasti terjadi dan tidak bisa lagi dihindari, belum lagi tempat duduk antrian pasien sudah tidak ada lagi menerapkan jarak. Hal ini berlangsung setiap harinya dan tidak ada pengawasan berarti dari pihak rumah sakit.

Maka melihat hal ini harusnya rumah sakit tak perlu lagi menerapkan shaf berjarak di Masjid miliknya. Aktifitas kerumunan di rumah sakit saja dibiarkan, dan selama ini aman-aman saja. Tentu aktifitas Masjid yang tak sepadat rumah sakit harusnya lebih aman lagi dengan shaf normal (rapat). Apalagi ini aktifitas ibadah, iya kan?

Kalau pun mau bikin aturan di Masjid, ya tetapkan juga aturan di rumah sakit. Merombak shaf shalat yang harusnya rapat menjadi berjarak bisa menyalahi Syariat. Kalau memang darurat betul keadaannya ya tidak mengapa, lha selama ini faktanya aman-aman saja?

Kalau menurut saya, kita jangan terlalu takut kali lah, tapi bukan berarti menantang. Kalau memang kondisinya relatif aman, prokesnya ya cukup pakai masker dan cuci tangan saja. Ga usah sampai berlebihan sampai bikin shaf berjarak begitu. Masa sih kita beribadah di rumah Allah (sudah pakai masker, sudah berdoa mohon perlindungan) terus Allah biarkan tamunya terkena musibah virus?

Menurut saya, kita masih bisa, bahkan sangat bisa bernafas dalam wabah Covid-19 ini, iya kan? Ga pernah saya dengar berita heboh banyaknya warga yang terinfeksi virus, atau berita banyaknya korban jiwa akibat shalat berjamaah di Masjid. Rasanya ga ada kabar kayak gitu? Kalau pun ada kabar jamaah yang terinfeksi virus di Masjid, itu hanya 1-2. Itu pun ga tahu faktanya gimana?

Kalau memang faktanya aktifitas ibadah di Masjid selama ini aman-aman saja dengan shaf normal (rapat), ya tak usah dibikin berjarak lagi. Toh Mall, pasar, Plaza, rumah makan, rumah sakit, kafe, kedai, angkot dan lainnya saja normal dengan aktifitas kerumunannya setiap hari, malah banyak yang tak memakai masker.

Saya tahu Covid-19 ini nyata dan sudah memakan korban jiwa. Tapi saya rasa, kita tidak terlalu berlebihan dalam kekhawatiran. Korban memang ada, tapi hanya sedikit dalam satu tempat, paling 1-2-3 orang saja, itu pun tidak setiap hari. bahkan tidak setiap bulan. Faktanya memang seperti ini.

Semua insyaAllah masih relatif aman lah. Warga yang berdesak-desak dan berkerumun setiap harinya di pasar, Mall, rumah makan, kedai, angkot, tetap sehat dan beraktifitas, berkumpul dengan orang-orang. Ga ada itu penularan yang berarti? Dan ini berlangsung selama setahun lebih.

Dari fakta ini saya simpulkan kalau penularan Covid tidaklah separah dan sedahsyat seperti wabah Thaun saat masa Rasulullah dulu, bahkan tak separah seperti wabah colera, tipes, malaria saat belum ditemukannya vaksin. Kalau pun terinfeksi Covid, besar peluang untuk sembuh.

InsyaAllah kita masih aman shalat di Masjid dengan shaf yang rapat. Apalagi durasi shalat tidaklah terlalu lama. Belum darurat kali rasanya sampai dibikin shaf berjarak. Dan juga hendaknya pemerintah janganlah sampai menutup Masjid. Kalau memang wabah virusnya sudah sangat membahayakan seperti kejadian di Wuhan, Iran, Italia, ya silakan untuk shalat di rumah, atau menerapkan shaf berjarak di Masjid.

Yang penting tetap memakai masker, berusaha jaga jarak (bukan untuk shalat di Masjid), mencuci tangan, menjaga kesehatan dan ini yang paling penting, banyakin ibadah dan berbuat amal kebaikan. Ini obat yang paling jitu dari obat-obat Covid lainnya.

Dulu diawal-awal Wabah Covid-19, rasanya masih maklum kalau shalat berjarak di Masjid itu diterapkan, atau shalat hanya di rumah, karena kita ga tahu situasi kondisinya bagimana. Berita-berita korban Covid saat itu di Wuhan dan negara lainnya begitu mencemaskan. Wajar ulama berfatwa agar ummat shalat di rumah dan kalau pun di Masjid maka harus shaf berjarak. Tapi saat ini kita sudah tahu kondisinya seperti apa.

Tulisan ini hanya uneg-uneg dan opini, bukan untuk menghina ulama dengan fatwanya, bukan untuk memprofokasi. Saya sendiri dan keluarga tetap menerapkan prokes kalau bepergian, seperti pakai masker, cuci tangan dan berusaha jaga jarak. Bahkan saat shalat berjamaah di Masjid saya sering memakai masker dan sajadah untuk muka.

Ini hanya pendapat saya, kalau anda berkeberatan dan ada pendapat lain, ya silakan saja berkomentar, asal sopan.

Semoga kita selalu diberi kesehatan dan dijauhkan dari mara bahaya dan musibah. Aamiin..

Post a Comment