Masih membahas tentang tinggi badan. Saya punya cerita unik tentang tinggi badan, saat masih kanak-kanak dan remaja dulu. Lumayan lah untuk menambah-nambah artikel blog ini.

Begini ceritanya:

Dulu waktu kanak-kanak, diantara anak-anak di kampung (ini di Medan, cuma masa itu masih sawah-sawah dan semak) sayalah yang paling tinggi badannya.

Anak-anak sepantaran saya, bahkan yang paling tua dari saya masih dibawah tinggi badan saya. Entah kenapa di kampung itu kok anak-anaknya kebanyakan pendek-pendek semua.

Padahal tingi badan saya itu bisa dibilang ga super tinggi, kalau di Eropa sana tinggi badan saya itu standart (rata-rata tinggi orang disana). Jadi kalau saya ke Eropa, saya ga dibilang tinggi lagi, malah dibilang pendek buat orang yang lebih tinggi disana.

Karena ukuran badan saya diatas rata-rata anak di sana (di tempat saya maksudnya), maka saya sering dijuluki Tiang Listrik. Saya paling tersinggung kalau dikatain tiang listrik. Itu kan suatu ejekan? Saya sempat down, saat itu yang paling saya ga suka adalah tinggi badan saya.

Suatu ketika pernah saya dikira anak SMA oleh anak-anak disana.

"Lihat jalan lah, main tabrak aja, uda SMA pun masih ga ngerti juga?"

Busyet dah, ga tau apa saya masih SD kelas 3. Jauh amat perkiraannya?

Tidak cuma di sekitar rumah, di sekolah pun khususnya dikelas, ternyata saya masih menjadi anak yang paling tinggi badannya. Walau ada beberapa anak yang tinggi tapi ga banyak.

Karena saya paling tinggi badannya disana, maka rata-rata ga ada yang berani sama saya. Hebat juga saya waktu itu ya? Ga nyangka punya prestasi juga? 😀

Tapi di keluarga saya, kami (saya dan 2 adik laki-laki) sering jadi pusat perhatian. Terutama pas saat Idul Fitri. Karena kita sekeluarga ga pernah ngumpul, sekali ngumpul setahun sekali. Pas ketemu, keluarga saya suka pangling.

"Wah tenggi-tenggi bana anak si Sam ko yo?"(Tinggi-tinggi sekali anak-anak si Sam ini). Alhamdulillah ada sedikit penyemangat.

Padahal saat itu kita-kita masih SMA dan SMP.

Tinggi badan saya ternyata banyak ga enaknya. Selain jadi bahan olokan orang-orang, saya pernah dibebani tanggung jawab jadi ketua regu saat OPSPEK dulu di kampus. Padahal saya ga suka ditunjuk jadi ketua apa pun.

"Hey Kamu? Ya kamu yang paling belakang?" Kata senioren galak.

"Kamu yang paling jangkung disini, kamu jadi ketua regu. Pimpin barisanmu!" Tambahnya lagi dengan kejamnya.

"Alahmak jang? Sudahlah OPSPEK ini tidak mengenakkan, malah ditambah pulak aku jadi ketua regu? Mana ada pengalamanku jadi ketua apa pun?"

Ternyata memilih pemimpin itu bukan kepada bawaan sikap tapi kepada postur tubuh.

Dan olok-olokan postur tubuh tinggi ini berlanjut sampai saat aku bekerja. Di tempat kerjaanku yang dulu, aku dijuluki si Panjang. Gelaran yang diberi teman kerja. Rasanya mau aku tonjok aja mukanya.

"Eh Njang, sini dulu Njang?"

"Si Panjang mana? Panjaaaang...??"

"Kampret betul lah. Biarin aku panjang, daripada kau pendek!" makiku dalam hati!" 😀

Gara-gara teman ini, si Boss pun ikut-ikut manggil aku Panjang.

Beneran, gelaran tadi paling aku ga suka. Saya ga suka dengan gelar-gelaran jelek. Di dalam pergaulan keseharian, mereka sering menggelari temannya atau orang lain dengan panggilan jelek. Padahal itu kan dilarang dalam agama kita.

Setelah dipikir-pikir, tanpa sengaja sering aku mendapatkan manfaat dari tinggi badan saya ini. Ternyata ga melulu tinggi badan saya membuat rendah diri. Apa itu?
  1. Untuk jembatan alternatif, saat jembatan rusak atau tak ada ditemukan titi penghubung jalan.
  2. Sebagai pengganti galah pengait layang-layang. Saat mengejar layang-layang putus, tak perlu pake galah panjang lagi. Dengan hanya mengangkat tangan, layangan dalam sekejab sudah dalam genggaman.
  3. Diminta pertolongan untuk mengambil barang ditempat paling tinggi. Apalagi kalau cewe yang nyuruh, kan bisa jadi daya tarik tu? 😀
  4. Ga usah naik sepeda atau manggil beca kalau untuk pergi jarak dekat. Orang tinggi kan kakinya panjang? Sekali langkah lewat 1 meter. Dua langkah sudah berapa tu? Jadi bisa cepat sampai ke tujuan.
Nah itu paling tidak keistimewaan orang tinggi. Jika ada yang lainnya, sila tambahkan di kolom komemtar.

Kini setelah dewasa ternyata saya menemukan kepercayaan diri dengan tinggi badan saya. Belakangan ini di internet banyak iklan-iklan susu obat peninggi badan. Sepertinya orang berlomba-lomba untuk meninggikan badannya. Dari cara yang alami sampai cara yang instan.

Tinggi badan jadi dambaan orang, banyak keuntungan mempunyai postur badan yang tinggi katanya, bisa jadi model, pemain basket, jadi tentara/polisi, nambah gagah dan kharisma, untuk penyokong karir kerja, dan lainnya.

Saya sendiri tanpa minum obat apa pun, tanpa olah raga, sudah tinggi dari sananya. Bersyukur warisan dari gen orang tua. Ga semua orang di negeri ini dikaruniai tinggi badan. Weeek, iri loe ya? Wkwkwk... 😀

Dulu orang-orang yang mengolok-olok saya Tiang Listrik, si Panjang dan lainnya. Orang-orang yang pernah membuat saya minder dan rendah diri. Maka sekarang saksikan lah:
"HEY GUE TINGGI NEH...??

Post a Comment