Seorang teman yang bertahun tidak berjumpa, dan ketika bertemu kondisinya sudah beda dari yang dulu. Punya kerjaan di perusahaan yang bonafid, atau menjadi seorang pengusaha yang berhasil dan sukses. Istri yang cantik. Mobil yang mewah. Pokoknya hidup mapan dan masa depan yang cerah.
Apa di benak kita bila melihat seperti itu? Itulah kesuksesan, itulah keberhasilan, itulah perubahan yang berarti dalam hidup. Dia telah berubah. Pasti itulah komentar yang kita berikan untuk teman kita itu. Bukankah begitu sob?
Sekarang coba kita lihat teman kita yang satu ini.
Teman yang satu ini sudah lama tidak bertemu. Dan ketika suatu saat bertemu, kondisinya tidak ada yang berubah. Dulu dia sederhana, sekarang ya tetap gitu juga. Tak ada perubahan yang menyolok. Kecuali penampilan fisiknya yang sekarang sudah (katakanlah) berjenggot dan bercelana cingkrang, sikapnya yang lebih arif, cara bicaranya yang lebih santun, pola fikirnya yang lurus. Dan yang satu ini lho, sekarang dia sudah menegakkan amalan wajib lima waktu (Shalat), padahal dulunya ga pernah. Dibandingkan dengan teman yang pertama, teman yang satu ini datang tak bersama istri yang cantik, tak ada mobil mewah. Kerjaannya pun hanya seorang pedagang kecil.
Apa tanggapan anda tentang orang tersebut? Biasa saja! Tak yang ada istimewa, bahkan di mata kebanyakan orang, dia belum berhasil dalam hidup. Walau pun ada perubahan, tapi perubahan yang tak berarti. Tak akan ada sebutan sukses untuknya.
Tidak bisa dibantah memang, materi adalah tolak ukur segalanya dalam keberhasilan dan kesuksesan hidup di dunia ini. Semua itu dapat kita lihat dan nilai dengan kasat mata tanpa alat bantu apa pun.
Ada orang yang berhasil dalam hidup tapi jalannya tak berkah, pake jimat sebagai penglaris dan tolak bala, pake uang sogok agar bisa keterima kerja, dan cara-cara yang tidak dibenarkan dalam agama. Tapi kesemua ini tak kan disalahkan orang, malah dinilai suatu kelumrahan. Sebaliknya ada orang yang menjalani kehidupannya bersandar kepada ridha Allah Ta'ala, jika Allah tak ridha maka dia tak kan melakukannya. Dia menjauhi cara-cara curang dan yang tak dibenarkan dalam agamanya. Tapi ke-istiqamah-an orang ini tak kan menjadi penilaian orang.
Begitulah yang namanya dunia ini. Segala sesuatu keberhasilan itu diukur dengan tingkat kesejahteraan dan kemapanan duniawi. Hidup lurus sesuai tuntunan agama yang memikirkan halal dan haram tidak akan jadi daya tarik orang, karena melelahkan dan hasilnya pun tidak berwujud harta dan kesenangan. Sedangkan hidup yang menuruti syahwat (hawa nafsu) itulah realita menurut mereka, tetap melelahkan tapi berwujud harta dan kesenangan. Tidak perduli walau jalan yang ditempuh itu haram. Dari fenomena inilah keluar fatwa nyeleneh: "Yang Haram saja pun susah didapat, apalagi yang halal?"
Sebuah keluarga yang tampak bahagia, sukses, sehat, dan mapan dengan anak-anak yang sehat belumlah dikatakan sukses dan sejahtera bila disana kosong ilmu agama. Tapi bila ada keluarga sederhana bahkan miskin, tapi didalamnya terpancar nilai-nilai islami, maka itulah kesuksesan yang sebenarnya. Agama lah yang menuntun manusia untuk mengetahui mana yang baik, yang buruk, yang benar dan yang salah, yang halal dan yang haram. Agama yang menuntun kita agar tak kebablasan dalam meraih dunia ini. Agama yang menuntun kita berjalan seimbang dalam meraih dunia dan akhirat.
Bukan berarti tak boleh meraih kesuksesan duniawi? Harap diingat, semakin banyak harta, semakin banyak hisab untuk kita. Akan dipertanyakan kelak darimana dan kemana harta kita dihabiskan? Saat kita menjadi kaya, saat itu pula kekayaan kita dibelanjakan di jalan Allah agar tak memberatkan hisab kita kelak. Bukankah dunia ini hanya persinggahan sementara?
Kesuksesan bukan semata kemapanan status dan berlimpahnya materi tapi lebih dari hijrahnya seseorang dari kehidupan jahiliyah menuju cahaya ilmu agama. Bila kita sukses dalam urusan akhirat insyaAllah akan diikuti dengan kesuksesan dunia, sudah jadi rumusnya seperti itu.
Mau jadi orang sukses?
Dekati Allah, dengan keikhlasanmu.
Semoga kita menjadi orang yang sukses dunia dan akhirat.. aamiin..
10 Ramadhan 1434 Hijriah
(Hanya Allah Yang Maha Mengetahui kebenarannya)
Post a Comment