(Sumber gambar: YouTube)
Yang paling mengesalkan setiap saya singgah di kedai pedagang bakso kaki lima adalah pengamen. Ga tau kenapa sebal saya asal liat pengamen di setiap warung-warung makanan. Konsentrasi makan saya pun jadi terganggu.
Gimana ga? Tujuan kita singgah di warung-warung bakso itu kan ingin mengisi perut yang lapar sembari mencari tempat istirahat. Lha lagi enak-enaknya, tahu-tahu pengamen enak aja slonong boy genjrang genjreng gitar. Mending enak permainan gitar dan lagunya (yang enak aja pun saya ga nikmati), ini cuma bikin polusi udara alias berisik. Lama pula itu durasinya?
Wooiii... kita mau makan bukan mau dengar nyanyian!!.
Emak saya sampai bilang, "pekak telingaku!" Kadang saya makan bakso sama emak. Memang memekakkan telinga. Membuat makan orang jadi ga mud. Mau diusir ga tega nanti dikira kejam, jadi ya dibiarin aja. Saya selalu membisikkan ke istri saya agar jangan memberi uang kepada pengamen itu.
Bukan sombong Bro? Bukan saya ga peka kepada para penghuni kerasnya kehidupan kota ini. Saya lebih respek kepada para penjaja makanan yang suka edar-edar atau sales yang berjalan dari satu gang ke gang dan dari rumah ke rumah agar dagangannya dibeli orang. Itu ga gampang lho, itu baru namanya perjuangan. Butuh mental kuat dan kesabaran, itu pun belum tentu dagangannya dibeli orang. Yang begini ni yang perlu diapresiasi bukan genjrang genjreng bikin ganggu orang.
Bicara genjrang genjreng gitar, saya punya pengalaman ga enak, dulu waktu saya tinggal di kawasan kumuh dekat pajak (pasar), hampir setiap sore dan malam kuping saya terusik dengan berisiknya genjrang-genjreng dan suara yang sok dimerdu-merduiin alias fals di depan rumah saya.
Para anak-anak kampung itu yang punya kerjaan. Ga tau dah apakah mereka mabuk apa ngeganja dengan nongkrong disitu. Berangkat dari sini, saya alergi dengan suara gitar dengan lagu-lagu norak yang ga ada manfaatnya. Padahal dulu saya adalah seorang musisi.
Apalagi kalau aktifitas ngamen diwarnai dengan aksi kriminal. Ini lebih ga enak lagi, uda teror ni namanya? Sewaktu saya sama emak singgah di warung bakso di bawah jembatan layang, pernah didatangi pengamen dan anak-anak Punk (yang paling saya sebalin anak-ank Punk kalau lagi ngamen).
Dandanannya eksotis bin amburadul. Tubuh rata-rata dipenuhi tatto, rambut dicat ala style punk. Saya pehatiin mereka. Untung aja the Punks ini ga bikin keributan. Kata orang sih dibalik penampilan mereka ada kisah haru dan dramatis.
"Bah, mana lah aku tahu itu, ga ngaruh sama aku? Yang wajar-wajar sajalah kau berprilaku dan berpenampilan? Bagaimana kesan orang bisa baik kepadamu kalau penampilanmu saja sepeti itu?"
Ada memang pengamen yang mengamen karena mencari makan semata bukan karena profesi dan panggilan seni. Untuk pengamen yang begini tidak termasuk yang dimaksud dalam artikel saya ini
Buat para pendewa seni alias pengamen, jika kalian ingin bernyanyi di warung-warung makan, saya sarankan minta izinlah kepada pengunjung warung tersebut, apakah anda boleh bernyanyi atau tidak, jika pengunjung menbolehkan maka tak mengapa kalian bernyanyi, itu pun jangan keras-keras karena ga semua pengunjung disitu suka dengan aktifitas mengamenmu. Jika tidak, maka tinggalkan, jangan lagi bernyanyi disitu?
Mohon maaf jika ada pengamen yang membaca ini, anggap aja ini mewakili mereka-mereka yang merasa ga nyaman dengan aktifitas mengamenmu.
Orang juga punya ruang privacy yang harus kalian hargai..
Post a Comment