Ilustrasi
Ramadhan tahun ini benar-benar dirundung duka, kami sekeluarga mendapat cobaan dengan meninggalnya kakak kami tercinta pada 8 Ramadhan 1438 Hijriah, bertepatan Sabtu, 03-06-2017 pukul 3.40 dini hari, saat jelang Sahur. Kakak kami menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pirngadi Medan setelah berjuang melawan penyakitnya.
Dua tahun yang lalu saat kakak di fonis tumor di rahimnya, ia menjalani beberapa kali rawat inap (opname) di RS Pirngadi, sampai akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan rahim.
Almarhumah menabahkan dirinya untuk siap menjalani operasi tersebut. Saya tahu Almarhumah takut kalau di operasi, beberapa bulan sebelum operasi, Almarhumah lebih memilih berobat ke tabib tradisional. Tapi ternyata tak kunjung membaik. 😓
Saya salut lihat almarhumah ketika dibawa menuju ruang tunggu menunggu giliran di operasi, beliau tampak tabah seolah tak menghadapi operasi besar, kelihatan dia sempat bercanda dengan para pasien disana. Dan Alhamdulillah beliau berhasil melewati operasinya walau sempat dibawa ke ruang ICU karena satu harian tak kunjung sadarkan diri.
Almarhumah kemudian menjalani Kemoterapi (yang katanya untuk membasmi sel-sel kanker yang kemungkinan masih tersisa di tubuh tapi faktanya terapi ini hanya makin menyiksa pasien dalam penderitaannya)
Setelah 3 kali menjalani Kemoterapi, Almarhumah tampak sehat, nafsu makannya normal malah beliau nampak makin gemuk. Sampai orang-orang heran, selesai Kemo kok gemuk? Biasanya orang yang dikemo akan menurun berat badannya.
Setahun lebih menjalani masa penyembuhannya, kakak terlihat sehat, Emak juga rutin membawanya kontrol ke dokter. Adik saya sempat menyarankan Almarhumah untuk mengkonsumsi Habbatussauda. Hasilnya nafsu makan Almarhumah meningkat, berat badan sedikit naik, ia sangat sehat. Tapi sayang ia kemudian memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi obat herbal tersebut karena khawatir takut gemuk.
Disinilah awalnya!
Beliau melakukan diet dengan membatasi porsi makannya. Memang beberapa bulan kemudian dia nampak langsing, tapi sesekali menderita sakit perut, mual dan kehilangan nafsu makan, kondisi ini diperparah dengan batuk berkepanjangan. Kondisi ini memang tak lama, gejala reda, namun beberapa bulan ia kembali menderita sakit perut, mual dan batuk.
Beberapa kali Emak membawa Alhmarhumah untuk komplain ke dokter, bahkan terkadang kami membawanya ke klinik dokter umum. Hasilnya memang baikan sementara tapi gejala seperti yang sebutkan diatas datang lagi. Hal ini berlangsung berbulan-bulan lamanya. Kami menyarankan agar Almarhumah kembali meminum obat Habbatussauda-nya. Saya menyarankan agar mengkonsumsi dengan dosis tinggi, tapi beliau takut, padahal obat herbal tak ada efek sampingnya, malah memang seperti itu dosisnya jika penyakit kita kondisinya sudah parah.
Sampai suatu ketika beberapa bulan jelang Ramadhan, kondisi Almarhumah tampak memburuk. Ia kehilangan nafsu makan, beberapa kali dicoba untuk memasukkan makanan di perut, tapi dimuntahkan kembali berikut obat-obat yang dia minum. Kondisi Almarhumah tampak memprihatinkan, beliau semakin kurus. Akhirnya Emak memutuskan untuk membawa Almarhumah untuk opname di Rumah Sakit. Padahal saya menyarankan agar tidak membawanya ke Rumah Sakit.
Bullshit itu medis dan rumah sakit!
Obat-obat kimia dan Terapi Medis seperti Kemo bukan membuat pasien semakin sembuh, tapi malah membuatnya makin menderita. Saya menyarankan untuk banyak minum obat herbal saja. Tapi emak menolak, Beliau khawatir dengan kondisi putrinya yang semakin memburuk. Saat itu juga terpaksa kami membawa kakak ke rumah sakit.
Apa yang terjadi?
Dua Rumah Sakit Besar di kota saya yaitu RS. Permata Bunda dan RSUD. Dr.Pirngadi Medan menolak Almarhumah untuk di opname, alasannya kata mereka Almarhumah nampak sehat secara zhahir, jadi belum saatnya di opname.
Aneh, mendiagnosa pasien kok hanya melihat fisiknya saja, bukannya diperiksa lebih lanjut? Padahal kondisi kakak saya sudah lemah.
Alasan kedua, pihak Rumah Sakit mengatakan bahwa ini aturan baru BPJS, sudah terlalu banyak pasien BPJS minta opname, jadi mereka membatasi dan menyeleksi hanya pasien-pasien dengan kondisi tertentu yang boleh di opname.
Mungkin pasien yang masuk kategori opname itu harus meregang nyawa dulu, harus sekarat, muntah darah, muntah nanah, hampir mati baru boleh rawat inap. BPJS dan Rumah Sakit setali tiga uang. Fulus aja di otak mereka, hak-hak dan pelayanan pasien bukan prioritas utama. Pasien yang menggunakan layanan BPJS itu dipersulit, di bola-bola dengan segala macam tetek bengek prosedur yang melelahkan!
Akhirnya kami mencari Rumah Sakit yang mau menampung kakak untuk di opname. Berkat informasi dari orang-orang, kami pun membawa Almarhumah ke sebuah Rumah Sakit kecil bernama RS. Sinar Husni. Alhamdulillah mereka mau menerima. 3 hari Almarhumah opname di Rumah Sakit ini. Rumah Sakit ini kecil tapi masyaAllah tempatnya nyaman, kamar mandi bersih, perawatnya ramah, tidak seperti di RS.Permata Bunda, dan Pirngadi. Rumah sakit Sinar Husni ini tidak banyak pasien, jadi suasananya adem layaknya seperti di rumah sendiri.
Saat berada di rumah sakit Sinar Husni telah memasuki 1 Ramadhan. Seharusnya kami sekeluarga saat ini ada di rumah dengan kegembiraan menyambut bulan penuh berkah ini. Tapi kali ini dengan hati yang masygul.
Tiba saatnya kakak di USG, hasilnya ternyata ditemukan benjolan daging tumbuh di dalam perut. Dokter pun menyerah karena masalah ini bukan penanganan dia, Almarhumah diminta untuk dirujuk ke rumah sakit. Pirngadi lagi. Yah disana lagi.. Disana lagi.. Muak saya lihat rumah sakit itu!
Besoknya ternyata Almarhumah jadi juga di opname di rumah sakit Pirngadi berkat bantuan adik sepupu yang kebetulan kerja disana. Kakak di tempatkan di Ruang Asoka 2 bahagian penyakit dalam, tentu saja setelah melalui proses berjuta-juta prosedur dan tetek bengek yang melelahkan serta meluluh lantakkan persendian tulang saking lamanya menunggu.
Pasien BPJS di rumah sakit Pirngadi ini memang di anak tirikan, tak ada senyum ramah para perawatnya. Layanan asal-asalan, infus habis, setahun baru diganti.
Ternyata setelah di opname pun tidak juga mendapatkan penanganan lanjut. Kakak saya harus menunggu dan menunggu dokter spesialis yang akan merawatnya, belum lagi pemeriksaan dari laboratorium. Ampuh dah, orang sudah meregang kesakitan, masih juga ditanya, apanya yang sakit bu? Bla..bla..bla..
Hari ke empat di Rumah Sakit baru bisa diketahui (itu pun belum pasti), kalau kakakku terkena TB usus, atau bisa juga dari penyakit yang lama yaitu efek samping akibat Kemoterapi yang dilakukan dulu. Kondisi Almarhumah semakin parah karena dia tidak mau makan kecuali sedikit. Setiap makan pasti dimuntahkan kembali.
Hari Jum'at 02 Juni 2017 atau hari ke 7 Ramadhan, saya mendapat pesan inbox FB dari adik yang di Surabaya, kalau kondisi Almarhumah semakin parah. Saya panik dan menghubungi emak di Rumah Sakit tapi tidak mendapat balasan. Akhirnya dari adik saya yang satu lagi mendapat kabar kalau kondisi kakak udah mendingan. Lega hati saya.
Jam 03 dini hari saya terbangun, seperti biasa, sebelum sahur saya melakukan Tahajud. Usai gosok gigi, wudhu dan hendak melaksanakan shalat lail, tiba-tiba HP dengan nomor XL saya berdering, spontan saya angkat. Rupanya adik saya yang di Surabaya. Ga jelas apa maksud perkataannya, belum lagi bertanya tahu-tahu HP Simpati berdering, saya katakan kepada adik, nanti disambung lagi, ada telepon dari Emak. Bergegas saya angkat telepon.
"Fan, Uning1 sudah ga ada, lekas kemari!" Suara ibu terdengar menangis.
"Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, jam berapa mak?" tanyaku.
"Jam setengah 4 tadi, lekas kemari kalian?" sahut ibuku.
Segera ku telpon adik ku yang di rumah dan yang di Surabaya, kukabari bahwa kakak sudah meninggal. Ku hentikan shalat sunnahku, ku lanjutkan sahur sekedarnya. Tapi apa daya, perasaan tak menentu, tubuhku lemas, kucoba makan, tapi hanya 3 sendok nasi yang diterima perut.
Tak ada lagi selera makan. Perutku mual. Kusudahi sahurku, ku minum Habbatussauda 3 kapsul. Rasanya pengen terbang saja ke Rumah Sakit. Ah tak percaya Uning1 telah tiada, Uning1 udah meninggal! Tak terasa mataku berkaca-kaca.
Di pagi buta yang dingin kami berboncengan mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang lengang dan sepi tak lagi menarik perhatianku. pikiranku hanya fokus ke kakak.
Sampai di Rumah Sakit, gerbang masih tutup, kami mengambil jalan memutar dari samping. Memasuki ruang Asoka 2 tampak Emak menunggu di lorong ruangan, matanya sembab kebanyakan menangis.
Setelah berbincang dengan emak, saya bergegas menuju ruang tempat kakak dirawat, dari jauh sudah terlihat jenazah kakakku terbujur diselimuti kain panjang. Aku mendekati, perlahan kusibak kain putih pembungkus jasad kakak, terlihat wajahnya yang pucat. Tak percaya inikah kakakku? Terbayang penderitaannya selama ini. Seharusnya dia tidak terbaring kaku disini, seharusnya dia pulang ke rumah kami.
Tak lama petugas jenazah pun datang. Jenazah kakak dibawa via Ambulan menuju rumahku yang sangat jauh. Emak sesekali menangis panjang, beliau masih tak percaya putrinya telah tiada.
Ambulan rumah sakit Pirngadi pun melaju, raungan sirene membelah di keheningan dan dinginnya Shubuh, saya dan emak berada dalam mobil ambulan yang mengangkut jenazah kakak. Tampak di masjid-masjid orang melaksanakan shalat Shubuh. Hatiku semakin larut dalam duka. Semua mata orang-orang di jalanan tertuju pada ambulan yang kami tumpangi. Sementara sirene terus meraung-raung. Aku semakin hanyut dalam kesedihanku. Dan air mata pun mengalir.
Akhirnya mobil pun memasuki gang menuju rumah. Para tetangga berkeluaran dari rumah mereka masing-masing. Mungkin mereka bertanya-tanya, ada apa, siapa yang meninggal?
Mobil berhenti di depan rumah. Tetangga makin banyak yang mendatangi. Setelah Emak turun dari mobil ambulan, tangis pun pecah.
"Ada apa bu?"
"Siapa yang meninggal?"
Berbagai pertanyaan terlontar. Para ibu-ibu tetangga pun memeluk Emak.
Salut saya lihat para tetangga yang sangat perduli, padahal sebagian besar warga disana tak begitu kami kenal. Tapi mereka begitu perduli kepada kami. Mereka yang membenahi jenazah kakak, menaruh kapur barus, membentangkan karpet, mengangkat kursi, dan sebagainya. Terharu saya. Shubuh yang hening itu pun akhirnya jadi ramai di rumahku.
************
Almarhumah kakak kami orangnya baik, taat ibadah, rajin, supel, disiplin, sangat pembersih. Saya merasa bersalah dan berdosa sering memarahi almarhumah saat beliau masih hidup. Tapi hubungan kami sangat dekat, antara saya, kakak dan adik-adik.
Kita sering bercanda. Bahkan saat bepergian (saya, emak, kakak dan adik) kita selalu sering bersama. Kebersamaan ini yang menjadikan kenangan yang sulit dilupakan. Apalagi emak, beliau sangat terpukul dengan kepergian putrinya.
Selama ini emak selalu bersama Almarhumah kemana-mana. Apalagi saat masa-masa opname di Rumah Sakit, emak lah yang sering bersamanya, merawat Almarhumah, mengurusinya. Tentu beliau yang melihat banyak penderitaan anaknya. Apalagi Almarhumah itu anak perempuan beliau satu-satunya.
Kehilangan kakak bagi kami begitu getir rasanya. Tidak disangka begitu cepat beliau dipanggil. Tapi (insyaAllah) Allah sayang kepada Almarhumah, beliau dipanggilNya, mungkin agar tidak semakin lama menderita dalam sakitnya.
Semua kenangan bersama Almarhumah tidak akan hilang, pasti terlintas bagi kami. Kami berupaya untuk bisa mengikhlaskan kepergian Almarhumah, walau tak mudah dan butuh proses. Dan air mata itu akan tetap ada saat mengenang beliau.
Selamat tinggal Uning1. Selamat jalan Kakakku. Semoga Allah SWT mengampuni dosa-dosamu dari derita yang kau alami.. Semoga Allah SWT melapangkan dan menerangi kuburmu. Semoga apa impian yang engkau panjatkan di dunia yang belum terwujud, Allah kabulkan di akhirat.. Aamiin... Ya Allah Ya Rabbal 'Alamin..
Note: Terima kasih saya ucapkan kepada organisasi STM setempat atas bantuannya juga spesial khusus atas partisipasi Takziah dari rekan-rekan Muhammadiyah PCM Marelan, semua para pimpinan dan pengurus serta ustadz hadir di malam Takziah, padahal saya cuma anggota biasa yang tak dikenal, saya juga bukan kader atau pengurus. Semoga amal baik kalian dibalas oleh Allah SWT. Aamiin..
(Rengas Pulau 12 Ramadhan 1438 Hijriah)
Keterangan:
1. Uning berasal dari bahasa Sibolga, artinya kakak. Bagi kami panggilan Uning adalah sebagai panggilan akrab untuk Almarhumah.
Post a Comment