Sudah hampir 11 tahun lamanya ayah dipanggil olehNya. Sudah lama sekali rasanya beliau meninggalkan kami. Saya sering merenung, dimanakah ayah sekarang, sedang apakah beliau? Kalau saat sendiri saya suka teringat ayah.

Dulu saat kami masih kanak-kanak, ayah sering menyetel lagu-lagu klasik kesukaan beliau seperti Engelbert Humperdick, Bee Gees, Daniel Sahuleka setiap pagi di hari Minggu atau libur. Lagu-lagu itu akhirnya jadi kenangan tersendiri buat kami. Saat lagu-lagu itu terdengar dimana saja, jadi keinget suasana pagi yang indah bersama beliau. Kalau udah kayak kini sering larut dalam suasana. Jadi melo ya?

Ayahku adalah seorang yang sederhana. Tidak ada yang istimewa dalam dirinya (di mata orang lain), beliau terlalu bersahaja untuk dijadikan sosok ayah ideal yang jadi panutan untuk dikaguni para anak-anak. Beliau ya beliau, ayah saya, karena inilah beliau itu istimewa di mata saya, di mata kami, anak-anaknya.

Sifat ayah yang lebih pengasih, penyayang, lebih memaklumi dan penyabar membuat saya lebih dekat dengan ayah daripada emak (padahal saat kecilnya saya sering menangis saat ditinggal emak).

Pernah saat SD dulu, ulangan Matematika saya nilainya merah dan guru meminta tanda tangan orang tua. Maka saya larinya ke ayah. Karena ayah ga akan marah. Kalau ke emak, wow bisa gahwat 😀.

Emak memang orangnya disiplin, rada tegas, dan omelannya itu lho yang ga tahan di telinga 😀. Tapi ibuku adalah seorang wanita yang gigih dan pantang menyerah. Ayah beruntung mendapatkan emak, karena selain gigih dan ulet, emak juga berparas cantik.

Salah satu sifat pengasih ayah masih saya ingat, ketika suatu pagi saya dan kakak sedang menunggu bus jemputan sekolah. Ayah yang sedang berangkat kerja dengan Vespa PX-nya melintas. Saat dia melihat anak-anaknya masih menunggu di pinggir jalan besar, beliau menghampiri kami.

"Kok belum berangkat, busnya belum datang?" tanya beliau.

"Belum yah, bentar lagi?" Sahut saya dan mendiang kakak.

Beliau merogoh kantong celananya dan mengeluarkan dua keping uang logam seratusan (dulu uang seratus perak uda mewah, bisa jajan sepuas-puasnya).

"Ini untuk nambah-nambah uang jajan kalian!"

Rupanya beliau memberi kami uang jajan ekstra, jumlahnya lebih banyak dari yang diberikan emak. Wah senang tiada terkira rasanya.

Ayah memang tipe orang yang royal, apalagi terhadap anak-anaknya. Kalau saya minta apa saja, jika beliau sanggup pasti dibelikan. Bukan hanya terhadap anak-anaknya, di kantor pun beliau sering memberi uang tips untuk untuk para office boy disana.

Ada kenangan yang ga bisa saya lupakan. Entah kenapa ketika masih kanak-kanak dulu saya tiba-tiba sangat menyukai hewan bernama kuda. Mungkin terobsesi dengan film serial Bonanza dan The Big Valley (tahu ga film ini). Saat itu saya ingin memelihara seekor kuda. Saya katakan sama ayah keinginan itu. Tentu saja ayah kewalahan, tapi permintaan saya di-iya-kan juga oleh beliau.

Senang tiada terkira ayah mau mengabulkan permintaan saya. Saya tunggu dengan sabar. Sehari dua hari belum dikabulkan, belum ada tanda-tanda seekor kuda kelihatan di pekarangan rumah kami yang luas.
Saya terus menuntut dan merajuk.

Akhirnya esok pulang dari sekolah TK (Taman Kanak-kanak), di rumah telah tegak sebuah kuda ayunan yang terbuat dari kayu.

"Mana kuda peliharaannya? Kok yang mainan ada disini?" pikir saya.

Saya tanya emak untuk meyakinkan. Emak bilang memang itu kudanya. Terang saja saya kecewa dan protes sama ayah. Saya mintanya kuda betulan kok dibelikan kuda-kudaan?

Ketika ayah pulang kerja, saya hampiri beliau dan bertanya:

"Yah, kok kudanya dari kayu, ga bisa jalan lagi?"
"Awak mau kuda betulan yah, bukan ecek-ecek?" Protesku.

Ayahku cuma tersenyum dan berkata:

"Tadi udah ayah belikan kuda betulan. Pas mau dituntun pulang, tali penuntunnya putus di lindas bemo (angkot masa itu yang rodanya 3), dan kudanya lari ke Gunung Sitoli!1

Kontan saja emak ketawa. Sampai sekarang kalau saya ceritakan kisah ini ke emak, beliau cuma tertawa.

Satu yang saya banggakan dari ayah adalah sifat kejujuran beliau. Ayahku orangnya terlalu polos dan jujur. Beliau ga pernah mau menerima suap atau melakukan korupsi. Di tempat kerja beliau, rekan-rekan kerjanya baru beberapa tahun bekerja sudah memiliki mobil, tanah dan rumah. Suatu hari terungkap karena mereka berlaku curang / tidak amanah dalam pekerjaannya, sedangkan ayahku asetnya hanya sebuah rumah dan kendaraan Vespa PX (ini pun hasil dari nyicil). Rupanya hal ini jadi perhatian oleh atasan beliau.

Terbukti setelah beliau di tempatkan di bagian keuangan, aktifitas keuangan berjalan normal. Hal ini semakin membuat atasan beliau menyukainya. Saat teman-teman beliau di mutasikan karena ketahuan menyelewengkan uang perusahaan, ayahku malah dipertahankan untuk tetap kerja di bagiannya. Karena kejujurannya, ayah mendapat piagam penghargaan dari perusahaan.

Sifat kejujuran beliau itu mengalir ke semua anak-anaknya. Bukan memuji diri kami sendiri. Karena kami memang tak pernah mengambil/mencuri barang milik siapa pun. Di rumah jika ada uang dan barang berharga yang hilang, tak ada diantara kami yang saling tuduh menuduh.

Tahun 2006, beliau di rawat inap di rumah sakit beberapa hari lamanya (sebelumnya beliau sering keluar masuk rumah sakit). Dan saat pulang dari rumah sakit, tidak beberapa lama, beliau menghembuskan nafas terakhir.

Saya ingat waktu itu menjelang Ashar. Seperti mimpi dan tak percaya rasanya, saya raba urat leher beliau, tidak ada denyutan, saya tempelkan telinga ke dada beliau, tidak ada bunyi jantung yang berdetak. Ayahku telah tiada.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun.. Allah SWT telah memanggil beliau. Saya ga bisa seperti orang kebanyakan yang menangis, meraung saat kehilangan orang yang dikasihi. Saya cuma terpana, terdiam. Orang melihat tidak ada tanda-tanda kesedihan di mata saya. Tapi saya yang mengetahui diri saya sendiri, bahwasanya saya sangat kehilangan.

Andai saja mereka melihat keadaan saya manakala keluarga, teman dan para pelayat telah pulang ke rumah masing-masing dan suasana rumah yang sepi, lengang, disitulah air mata mengalir membasahi pipi.

Kebersamaan beliau semasa hidup tak kan terlupakan dan menjadi kenangan tersendiri bagi kami. Kebaikan beliau, kesederhanaan, sifat pengasih dan peyanyang beliau selalu menjadi cerita bagi kami saat kami rindu beliau.

Semoga Allah mengampuni dosa beliau, di terangkan dan di lapangkan kubur beliau. Semoga beliau mendapatkan Khusnul Khatimah. Aamiin ya Rabb..

Keterangan:
1. Gunung Sitoli itu nama sebuah kota di Nias, waktu kecil dulu saya mengira itu adalah sebuah gunung benaran sesuai namanya.

Post a Comment