Sebenarnya saya tidak begitu fasih berbicara dengan bahasa Sibolga ini. Saya hanya mengerti dan faham apa yang diucapkan orang. Jika ada yang berbicara menggunakan bahasa Sibolga, 100% saya mengerti apa yang dia katakan.
Sejak kecil orang tua saya memang tak pernah membiasakan diri berkomunikasi kepada anak-anaknya dengan bahasa Sibolga. Bahasa sehari-hari kami hanya menggunakan bahasa daerah Medan.
Kedua orang tua saya saat masa lajangnya sudah terbiasa bersosialisasi dengan warga lain daerah. Mereka pernah merantau, mungkin karena hal inilah mereka bersikap seperti warga Indonesia umumnya yang tak terlalu condong ke pada etnisnya walaupun mereka mencintai tanah kelahiran mereka yaitu Sibolga.
Saya sendiri, kakak dan adik-adik semuanya lahir dan besar di kota Medan, karena lama menetap di Medan, maka jadilah kami asli orang Medan bukan orang pesisir 😀
Tapi keluarga kami dari pihak ayah dan ibu jika berkumpul dalam dalam suatu acara keluarga, terutama ketika momen Idul Fitri, mereka pasti berkomunikasi dengan bahasa Sibolga, dari sinilah saya, kakak dan adik-adik mengerti dan tak asing lagi dengan bahasa ini.
Dan melalui blog ini, izinkanlah saya memperkenalkan bahasa ibu ini kepada para pembaca sekalian, sekedar memperkenalkan bahasa negeri kami. Senang rasanya bisa berbagi budaya.
Bahasa Pesisir adalah bahasa yang dipergunakan masyakat Tapanuli Tengah dan Sibolga sehari-hari sebagai bahasa lisan untuk menyampaikan maksud dan tujuan di rumah maupun di luar rumah dan dalam pergaulan sehari-hari.
Bahasa Pesisir telah menjadi bahasa pengantar yang tidak dapat dilupakan masyakat Sumando Pesisir Tapanuli Tengah Sibolga khususnya, maupun Pantai Barat Sumatera pada umumnya, baik di kampung halaman maupun di perantauan.
Namun sangat disayangkan sekali bahwa tulisan masyarakat Suku Pesisir belum pernah ditemukan sampai saat ini karena masyarakat suku Pesisir mempergunakan tulisan Arab gundul yang tidak mempunyai tanda-tanda atau baris atas dan bawah.
Akan tetapi masyarakat beragama Islam yang melihat tulisan tersebut dapat mengerti karena memang telah mempelajarinya dalam pengajian.
Bahasa Sibolga ini sangat mirip dengan bahasa Minang, walau pun mirip tapi tidak sama alias ada perbedaan diantara keduanya. Bahasa Minang dialek pengucapannya lebih cepat sehingga sukar untuk diikuti, beda dengan bahasa Sibolga yang dialek pengucapannya lebih berirama, lebih khas dan unik, kalau bisa saya katakan, bahasa Sibolga adalah percampuran (asimilasi) dari bahasa Minang, Melayu, Mandailing dan Batak, tapi pengaruh yang dominan adalah Minang.
Perbedaan selanjutnya adalah dari arti bahasanya. Jika dalam bahasa Minang ibu itu adalah bundo/mandeh, sedangkan Sibolga, ibu adalah umak. Dalam bahasa Minang abang itu uda, dan kakak: uni, sedangkan dalam bahasa Sibolga, abang itu abang/ogek, dan kakak adalah uning.
Dan perbedaan yang paling terasa adalah pengucapan, dalam bahasa Minang, akhiran i, u, akan diucap ia atau ua, contoh, guntiang (gunting), paniang (pening), bakumpua (kumpul), tamanuang (termenung), dsbnya. Sedangkan Sibolga tidak memakai akhiran seperti itu, contoh: gunting (gunting), paning (pening), bakumpu (berkumpul), tamanung (termenung), dsbnya.
Orang minang lebih sering memanggil dirinya denai (saya) walau pun panggilan ambo juga termasuk bahasa Minang, tapi mereka lebih sering menggunakan kata denai. Untuk panggilan kamu/kau adalah wa'ang (untuk pri)a dan 'ang (untuk wanita). Sedangkan orang Sibolga memanggil dirinya: ambo (saya), dan panggilan kamu/kau adalah wa'ang (untuk pria) dan panggilan munak (untuk wanita).
Itulah penjelasan singkat sebagian perbedaan keduanya, banyak lagi perbedaan lainnya tapi saya cukupkan saja dulu.
Mohon maaf bagi warga Sibolga dan Minang bila apa yang saya jelaskan ini keliru.
Berikut dibawah ini saya kutip beberapa kalimat dalam bahasa Sibolga:
Ayah | : | Orang tua laki-laki (ayah kandung) |
Umak | : | Orang tua perempuan (ibu kandung) |
Pak Tuo | : | Abang kandung ayah (uak kandung) |
Mak Tuo | : | Kakak kandung ayah (uak kandung) |
Mak Tanga | : | Adik kandung ayah (bibi) |
Tuanadik | : | Abang kandung laki-laki tertua |
Ka'uti | : | Adik kandung laki-laki yang kedua |
Ogek | : | Adik kandung laki-laki yang ketiga |
Ta'ajo | : | Abang ipar laki-laki |
Ta'uti | : | Kakak ipar perempuan |
Cecek | : | Kakak perempuan tertua |
Uning | : | Kakak perempuan nomor dua |
Teta | : | Kakak perempuan nomor bungsu |
Angku | : | Kakek |
Uci | : | Nenek |
Mamak | : | Om (adik ibu yang laki-laki) |
Ambo nandak pai kasikoah | : | Saya mau pergi ke sekolah |
Kecekkan-la daulu ka uning 'ang tu | : | Beritahukanlah terlebih dahulu kepada kakakmu |
Barisuk ambo nandak pai ka Siboga mampasuoi adik ambo sekalian manjanguk pamili anak ruma ambo nang ala mandaului kito | : | Besok saya akan pergi ke Sibolga menjumpai adik saya dan sekaligus melayat famili istri saya yang telah berpulang mendahuli kita. |
Pabilo wa'ang pai ka Medan? | : | Kapan kau pergi ke Medan? |
Jangan munak lakeh tasundek | : | Jangan kau gampang merajuk |
Ambo hampokkan wa'ang beiko da?! | : | Aku hajar lah kau nanti ya?! |
Umak, nikah kanlah ambo ka anak gadih nan rancak tu? | : | Ibu, nikahkan lah aku kepada anak gadis yang cantik itu? |
Angek bana hari ko yah? | : | Panas sekali hari ini? |
(Bunga Rampai Tapian Nauli, sumber lainnya dan kisah sendiri)
Tulisan ini sudah pernah diterbitkan di blog ilalank.yu.tl, berhubung layanan blog tersebut telah tutup, maka saya memindahkan artikel ini ke berbagai blog saya, termasuk di blog ilalank ini
Post a Comment