(gedung UMSU, Muchtar Basri)

Setiap saya melewati gedung kampus ini selalu terselip kerinduan di hati. Teringat kehidupan masa silam saat melihat mahasiswa-mahasisiwi yang lalu lalang keluar masuk kampus dengan kesibukannya. Terbayang saat bersama teman-teman mahasiswa senasib dan seperjuangan. Bertahun lamanya beraktifitas di kampus, tentu banyak meninggalkan kenangan. Ada kisah persahabatan dan kisah cinta yang tak terungkapkan disana.

Gedung tersebut bernama Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara (UMSU). Terletak di pinggiran kota dengan lokasi yang nyaman dan cukup strategis. Gedung megah dengan areal halaman yang luas ini memang termasuk universitas favorit di kotaku. Dulu masa saya mendaftar disana tidak ada namanya penyaringan, sekarang kalau mau jadi mahasiswa/i UMSU harus melewati ujian seleksi.

Sudah lama tak berkunjung kesana, terakhir kali pernah singgah di kampus mengambil leges ijazah untuk keperluan lamaran pekerjaan. Ketika memasuki gedung biro mahasiswa, ternyata orang-orangnya masih itu-itu juga, tapi jabatannya sudah beda. Teringat dulu di ruangan inilah saya bersama teman-teman selalu mengecek KHS (Kartu Hasil Studi) setiap selesai ujian Mid / Semester, atau berebut mengejar dosen ketua jurusan atau dosen pembimbing yang tingkahnya pada belagu, hehe..

Mungkin anda tahu istilah MASAKOM, yup betul Mahasiswa Satu Koma, ini julukan sindiran buat mahasiswa yang sering dapat IPK dengan nilai 1 koma, dan ga selesai-selesai, haha.. Julukan lain juga ada yaitu Mahasiswa Abadi nan Jaya, wk.wk.wk.. Gimana mau cepat lulus, setiap ada kelas selalu keluar dan nitip absen, pas ujian ngopek (nyontek)? Weleh..weleh, mahasiswa abal-abal 😀. Tapi saya termasuk pengecualian lho, saya ga ikutan ngopek, soalnya takut kalau ketahuan, makanya saya terpaksa menghafal semua materi ujian di luar kepala.

Ada kisah unik tentang ngopek (mencontek melalui kertas kecil). Ketika saat mengikuti ujian negara dengan mata kuliah Statistik dan Evaluasi Proyek, semua teman sibuk pada nyontek dan ngopek, lucunya mereka kok kebanyakan ga bawa kalkulator? Ini kan mata kuliah berhitung. Gimana mau ngejawab soal ujiannya? Kan kelihatan sekali tidak menguasai materinya?

Alhamdulillah kebetulan saya bawa kalkulator. Nah di saat semua pada nyontek dan ngopek, saya dengan terpaksa menjawab sekenanya dengan jujur, abis saya ga terbiasa mencontek, takut ketahuan. Jadi apa yang ada dikepala saya, saya tulis semuanya. Ga tahu benar apa salah. Saya fikir saya pasti gagal dengan mata kuliah ini. Eh tahunya di luar dugaan saya dapat nilai B. Semua teman pada dapat nilai C. Bangga tiada terkira, rupanya bukan hasil akurat yang jadi penilaian dosen, tapi kejujuran. Di saat jawaban teman semuanya sama, karena ngopek dan nyontek, saya sendiri jawabannya yang beda. Inilah hikmah kejujuran. "Masih mau ngopek?"

Pada saat situasi seperti inilah tercipta kenangan manis itu. Saat hampir semua teman-teman udah pada lulus, udah di wisuda, tinggallah saya dan beberapa rekan-rekan. Sebelumnya kita ga gitu dekat jadi pada akrab, ya dong, abis ga ada teman seangkatan lagi? Saat ambil kelas pun kita selalu bersama, saat mau mengajukan proposal skripsi untuk sidang meja hijau, kita pun berusaha untuk sama, walau ada beberapa teman yang ketinggalan.

Disinilah terjalin kenangan suka duka itu. Dan yang paling mengharukan pas kita di wisuda, benaran sedih, sang Rektor memberikan kata perpisahan, wejangan dan nasehat kepada anak-anak didiknya yang telah lulus. Wah dramatis sekali rasanya waktu itu.

Satu hal yang tak terlupakan adalah pengalaman pahit tapi jadi kenangan manis. Dulu saat sedang pengerjaan skripsi, pernah bikin masalah dengan seorang dosen yang berpengaruh di kampus ini. Dosen ini ternyata seorang Dekan di sebuah universitas negeri bernama USU (Universitas Sumatra Utara), dia cukup disegani di kalangan mahasiswa dan dosen. Nama beliau saya masih ingat, Drs. Tengku Ezmel Hasnan, Msi, saya lupa titel S2 beliau. Dia adalah dosen pembimbing saya.

Ketika saat pengerjaan skripsi, saya butuh koreksi dan tanda tangan beliau. Beginilah yang namanya orang penting, sudah pasti susah dijumpai. Saya menunggu beliau dari pagi sampai sore di kampus, ga cukup sehari, hampir seminggu saya mencari beliau, cukup melelahkan.

Dan akhirnya saya jumpai beliau di sebuah kelas. Beliau sedang mengajar. Saya pun bersabar menunggu, dan saat mata kuliah berakhir, dengan tanpa pikir panjang, saya langsung masuk kelas menghampiri beliau dan langsung memberitahukan keperluan saya. Eh beliau menatap tajam ke arah saya. Saya jadi salah tingkah.

"Apa ini!?" tanya beliau, dingin.

"Skripsi saya pak, tolong dikoreksi?" pintaku.

"Ga ada urusan sama saya ini, bawa pergi sana!" sahut beliau ketus.

Saya sudah lupa dialog persisnya, maklum peristiwanya sudah lama. Yang jelas saya protes kepada beliau, emosi saya tersulut, saya bantah semua kata-katanya yang menurut saya sangat arogan.

"Kau belum tahu siapa saya, ya? Sahut beliau dengan nada memperingatkan..

"Memangnya siapa rupanya kau, hantu, setan dan begu sekalipun ga takut aku, aku ga salah kok, ucapku dalam hati.

"Berapa umur kau, hah!?" Tahu kau, usiaku itu seumur dengan ayahmu! Kok sikap kamu kurang ajar sekali kepada orang tua!" ujar beliau.

Bla..bla..bla..

Akhirnya saya mengalah, dan beliau pun tak mau mengoreksi skripsi saya. Wah gawat urusannya.

Dengan perasaan marah dan kecewa, saya mengadu ke Biro. Saya adukan sikap dosen angkuh tadi kepada petugas Biro yang saya kenal. Ternyata petugas itu simpati sama saya.

"Kok bisa gitu?" Seenaknya maen ancam, zaman sekarang ga musim maen ancam-ancam. Siapa nama dosennya, nanti saya beri tahu!", kata petugas itu.

"Namanya Pak Ezmel, pak?" jawabku.

Mendengar jawabanku, raut mukanya langsung berubah.

"Wah, susah itu? Beliau bukan orang sembarangan, payah bermasalah dengan beliau, apalagi dia itu dosen pembimbingmu. Lebih baik kamu mengalah aja, minta maap sama dia. Kamu mau ga lulus sidang?"

Dengan berat hati, akhirnya saya mengalah. Sebelumnya pun saya curhat ke teman-teman, mereka juga mengatakan hal yang serupa. Apa boleh buat, aku harus minta maaf sama beliau. "Kebenaran itu pahit Jendral! Hanya orang yang berduit dan yang punya jabatan/kekuasaan yang jadi pemenang di dunia ini, sekali pun mereka salah! Harga diri harus tersingkirkan!"

Besoknya saya jumpai beliau dan saya minta maaf, dan beliau ternyata memaafkan. Skripsi saya langsung dikoreksi dan di setujui beliau. Tapi saya masih was-was, khawatir saat sidang meja hijau nanti apakah beliau akan mempersulit saya? Semoga saja tidak? Belakangan saya tahu rupanya penyebab beliau marah kepada saya karena saya dianggapnya ga sopan masuk slonong boy gitu aja tanpa ketuk pintu atau salam.

Dan dari teman saya juga baru mengetahui kalau putra beliau yang seusia saya katanya baru meninggal karena kecelakaan. Ya sudahlah akhirnya saya maklum.

Diluar dugaan ternyata beliau baik, ga dendaman orangnya, dia tidak mempersulit saya saat sidang meja hijau, malah beliau berseloroh saat menguji saya. Saya lulus dalam sidang. Dan tak berapa lama saya berjumpa kembali dengan beliau di halaman kampus. Saya coba menegur ramah, beliau juga membalasnya.

"Gimana kamu, lulus sidang kan?" Tanya beliau.

"Alhamdulillah lulus, pak?" jawabku.

Dibalik sikap dingin yang terkesan angkuh itu ternyata beliau orang baik. Saya ga tahu gimana kabar beliau sekarang? Yang pasti beliau sudah pensiun dari jabatannya.

Ah..masih banyak kenangan lain di kampus ini, tentang cinta.. Tapi ga usah di publish.. Biar Allah SWT aja yang tahu, hehe..

Oh ya sekedar info, saya juga termasuk dalam sejarah yang ikut melengserkan presiden Soeharto pada Mei 1998 silam. Saya turut berpatisipasi dengan rekan-rekan mahasiswa untuk demo long march dari kampus menuju gedung MPR. Walaupun belakangan saya menyesali tindakan saya ini, beneran saya sangat menyesal setelah tahu siapa dalang sebenarnya aksi pelengseran ini?

Hmm.. gimana ya nasib teman-teman satu stambuk terutama teman-teman seperjuangan, apakah mereka sudah jadi orang sukses atau ga jelas kayak saya, hehe..

(Difan, 09-Maret 2017, Rengas Pulau)

Note: Foto gedung di atas adalah gambar lama, sekarang gedung UMSU sudah makin megah.

Post a Comment