Lukman, Emak dan Kantin

Suara bel terdengar memecah keheningan di pagi hari. Suasana di gedung sekolah SD Muhammadiyah itu mendadak berisik, penuh hiruk pikuk anak-anak SD yang sedang berebutan turun ke halaman sekolah. Anak-anak itu berlarian menuju ke satu tempat favorit mereka setiap jam istirahat.

Di sudut halaman dekat pagar sekolah di bawah pepohonan yang rindang, berdiri sebuah kantin, lebih tepatnya disebut kedai kecil. Nah disitu lah anak-anak SD itu berlarian hendak jajan.

Lukman yang sedang melamun di dalam kantin pun tersentak, dia sangat jengkel mendengar keributan seperti itu.

"Anak-anak ini mengganggu kenyamananku saja" ,pikirnya.

Dengan tak sepenuh hati dia meladeni anak-anak tersebut. Hatinya masih kesal sama emak. Lukman sudah bilang sama emak agar jangan membuka usaha jualan di sekolah itu. Tapi emak ga mau dengar.

Anak-anak SD makin ramai yang jajan, Lukman, Emak dan adiknya sempat kewalahan. Lumayan banyak sih jumlah pelajar SD di sekolah milik Muhammadiyah itu. Untunglah tak lama pun bel masuk pun berbunyi. Anak-anak itu pun masuk ke kelas mereka masing-masing. Emak melirik kepada Lukman, ia tahu Lukman masih kesal kepadanya.

"Man, anak-anak sudah masuk kelas, kau pulanglah istirahat di rumah, nanti sore kalau kau mau, datang lagi kemari?"
"Emak mau belanja dulu!" sahut Emak.

Alasan Lukman enggan berjualan di sekolah tersebut karena ia merasa risih dengan orang-orang pengajian di Muhammadiyah. Ia benci sama rumor dan gosip. Nanti mereka bertanya-tanya, "Kenapa kok ibu Hasnah berjualan disana, apa dia udah kekurangan uang?"
"Apa dia udah miskin?"
"Orang kaya kok jualan?" bla..bla..bla..

Ya maklumlah keluarga Lukman adalah keluarga besar Muhammadiyah yang disegani oleh warga Muhammadiyah setempat. Nenek Lukman adalah ketua Aisyah (organisasi wanita Muhammadiyah) dan donatur terbesar dari Sekolah SD Muhammadiyah tempat Lukman berjualan tadi.

Ibu Hasnah adalah ibu Lukman juga anggota dari pengajian Aisyah. Dan keluarga Lukman dulunya juga termasuk orang berada, ini menurut opini orang-orang di sekitar. Padahal menurut Lukmah, perekonomian keluarganya biasa-biasa saja, hanya karena rumah mereka yang besar, trus dikira orang banyak duit. Memang senang itu hanya bisa kita lihat di atas kepala orang saja. Menurut orang, kita hidup senang, tapi belum tentu seperti itu faktanya. Jadi karena alasan itulah Lukman menolak membuka usaha kantin di sekolah tersebut.

Walau tak sampai hati meninggalkan kantin, tapi akhirnya Lukman pulang juga, ia ga betah berlama-lama di sekolah ini.

Ibu Guru Jilbab Yang Manis

Waktu menunjukkan pukul 7 pagi, seperti biasanya Lukman sudah siap sedia di dalam kantin. Dari dalam kantin ia bisa melihat pemandangan keluar tapi dari luar orang ga bisa melihat jelas ke dalam kantin. Untuk menutupi kegundahannya ia asyik melihat suasana kesibukan di sekolah, seperti aktifitas anak-anak yang berlarian dan para guru yang memasuki halaman sekolah, dan para orang tua yang mengantarkan anak-anaknya, semua itu menjadi hiburan tersendiri untuk Lukman.

Perhatian Lukman tertuju kepada seorang guru wanita muda yang berhijab. Guru ini berbusana lumayan semi syar'i, dan wajahnya lumayan manis, ia bergegas memasuki halaman sekolah tepat di depan kantin, dan langsung masuk ke ruang kantor para guru.

"Manis juga ya guru tadi?" kataku kepada adikku yang disebelah.

"Ah mana, biasa aja, kayak mamak-mamak pun kutengok, jawab adikku.

"Alahmak kayak mamak-mamak kau bilang, sudah rabun rupanya mata kau? Masak wanita muda dibilang mamak-mamak?" protesku.

Lantaran guru tadi memakai hijab sederhana dan syar'i, maka dia di sangka emak-emak, begitulah masyarakat ini, kalau ada wantia yang berhijab full fashion dan bergaya abis, barulah dia dibilang berjilbab.

Guru berhijab tadi keluar dari kantor guru, dan menyuruh anak-anak sekolah agar membersihkan sisa-sisa sampah plastik bekas bungkus makanan yang berserakan di halaman sekolah. Lukman sangat jelas menatap wajah guru tadi, benar ia cukup manis apalagi dengan seragam gurunya.

Pernah secara tak sengaja mata guru wanita muda tadi dengan mata Lukman saling beradu.

Jleb! Lukman buru-buru buang muka, agar tak kepergok sering ngeliatin guru tadi. Salah tingkah dia. Hihi..
Lukman.. Lukman.. 😀. Tak berapa lama bel masuk berbunyi. Anak-anak bergegas kumpul di lapangan sekolah untuk upacara.

Perkenalan Yang Tragis

Awalnya sih biasa aja, Lukman ga ambil hati sama bu guru tadi. Tapi lantaran tiap hari melihat dan saling curi pandang, akhirnya timbullah rasa suka di hati Lukman. Dan lagi pula style ibu guru tadi itulah yang disukai Lukman, yaitu wanita sederhana yang berhijab syar'i.

Lukman mencari akal, gimana caranya berkenalan dengan bu guru tersebut. Ga mungkin ujug-ujug dia datangi kantor guru, langsung bilang, "Hai bu guru manis, kenalan yuk?" Ga mungkin kan? Bisa dianggap orang gila dia. Timbul ide, Lukman membuat surat perkenalan yang di tujukan kepada bu guru itu. Dan yang jadi kurirnya adalah adiknya si Hakim. Ide yang brilian, ujar Lukman semangat. Ia langsung mencari adiknya.

"Kim, minta tolong aku ya, kau kasihkan lah surat ini ke ibu guru manis itu?" pinta Lukman.

"Surat apa ini bang? Malu lah awak bang, awak tak kenal dengan dia?"
"Tau-tau maen kasih surat aja!"

"Justru, karena tak kenal sama dia itulah yang bagus, jadi tak perlu kau malu, kau kan cuma diminta tolong menyampaikan?"
"Sudahlah, kau kasih saja surat itu!"
"Oya nanti kau kasih surat itu pas pulang sekolah saja ya, setelah guru-guru semua pulang?"

Malamnya Lukman membayangkan gimana ya reaksi bu guru tadi ketika menerima surat? Hihi.. Ada-ada aja, hare gene masih pake surat. Eh zaman cerita ini HP masih barang mahal lho? Jadi ga semua bisa punya HP. Dan tiba-tiba..

"Kriiiing...!!!" Telepon kabel di ruang tamu berdering. Lukman bergegas menghampiri.

"Halo?"

"Ya, halo!"

"Ini siapa ya?" Tanya Lukman.

"Anda sendiri siapa?"
"Saya orang yang kamu kasih surat siang tadi!" Jawab sang penelepon dengan ketusnya. Rupanya si penelepon adalah guru manis tadi.

Jleb! Terkejut Lukman ga menyangka. Dia tenangkan hati, ga nyangka dia kalau responnya begini dashyat 😀

"Apa maksud anda memberi surat kepada saya, hah?" Ibu guru tadi bertanya lagi dibalik teleponnya.

"Anu, saya cuma ingin berkenalan saja, boleh kan?" Tanya Lukman.

"Kalau mau kenalan kenapa mesti pake surat-suratan segala? Anda bisa langsung datang dan menyapa saya!" Bu guru tadi bicara dengan galak.

Lukman keabisan kata-kata, down berat dia, ya wanita galak ga bisa terlawan 😀

"Ya sudah kalau anda tak berkenan, jangan marah-marah gini dong?" balas Lukman seadanya.

"Oh, ya sudah! Brak..!!"
Tut..tut..tut.. Terdengar nada telepon ditutup. Telepon mungkin ditutup dengan dibanting, hihi. Oya, bu guru muda tadi sudah punya HP lho. Hebat juga dia ya, kerja jadi guru tapi bisa beli HP, ternyata dia orang berada juga.

Lukman sakit hati, sedih dan kecewa terhadap perlakuan guru tadi, tak menyangka seperti itu sifatnya, bertolak belakang dengan busananya yang syar'i. Lukman merenung, lama sekali, dia malu, gimana besok behadapan dengan guru judes itu. Pasti dia memberitahu kejadian ini kepada teman-teman gurunya.

Aduuh kebayang malunya gimana? Kok ada ya orang kayak gitu, kejam kali, kalau memang dia ga suka, ya ga apa-apa, tapi jangan kasar gitu dong? Mentang-mentang saya berpenampilan gembel. Seribu pertanyaan berkecemuk di pikiran Lukman, hingga akhirnya ia terlelap.

Semua Kejadian Yang Membingungkan

Pagi pun terbit bersamaan dengan sinar mentari yang cerah. Kicau burung bersahutan menyapa para insan dalam lelapnya di peraduan untuk bangun kembali beraktifitas di pagi hari. Lukman seperti biasanya bersama Emak dan adik mengemasi barang-barang dagangannya untuk dibawa ke kantin sekolah. Hati Lukman sudah tak semangat, membayangkan kejadian semalam. Tapi ia tabahkan juga.

Sampai di sekolah masih sepi, setelah berberes-beres dan menata baran-barang jualan, Lukman dan adiknya duduk di dalam kantin, sementara ibunya pergi belanja. Seperti biasa Lukmah melihat kesibukan para penghuni sekolah, satu per satu ia pandangi orang-orang yang lalu lalang melintasi halaman sekolah. Sampai tiba-tiba.. Ah si guru jutek tadi telah tiba, dengan langkah gemulai ia berjalan melewati kantin dan terus menuju kantor guru. Ekspresinya biasa aja, seperti tak ada kejadian apa-apa. Lukman bertanya dalam hati, semoga guru tadi tak memberitahukan kepada teman-temannya.

Duh kenapa harus ketemu sama guru jutek ini ya?
"Jilbabmu saja yang syar'i tapi kelakuanmu jahiliyah!" Umpat Lukman dalam hati. Melihat wajah guru manis jutek tadi rasanya bencinya minta ampun. Namun hari ini tak ada kejadian apa-apa, semua berjalan seperti biasanya. Dan Lukman pun sejenak melupakan kerisauannya larut dalam aktifitas pagi di kantin sekolah.

Sejujurnya dalam hati kecilnya Lukman masih suka sama bu guru itu. Andai saja semua berjalan seperti yang dia harapkan. Tentu bahagia bisa berkenalan dengan bu guru manis yang ia sukai. Pusing memikirkannya, akhirnya Lukman pergi ke sahabat karibnya, ia curhat disana.

"Sudahlah Man, cewe judes kayak gitu ga usah kau tanggapin kali. Emang cuma dia aja cewe di kota Medan ini?" komentar si Ulim temannya Lukman.

"Tapi entah kenapa, aku masih suka sama dia Lim?"
"Tiap kali memandang wajahnya kok rasa sukaku semakin bertambah?"
"Kebencianku sebanding dengan rasa sukaku kepadanya."

Alahmak, jangan kau buta karena cinta, jangan sampai cinta menutupi akal sehat kau'"
"Aku tak tahu si guru judes tadi tipikal yang baik atau buruk, tapi mendengar cerita kau, sepertinya aku menduga kalok guru itu mungkin cewe matre. Ditengoknya kau cuma kerja bantu-bantu di kantin sekolah. Coba kalok kau kerja di Bank, atau PNS, mungkin lain ceritanya?"
"Udahlah Man, ga usah kau lanjutin lagi. Udah fokus saja dengan aktifitas kau itu..!" jawab si Ulim.

Ulim teman karibnya Lukman, mereka sahabat sudah lama, sudah kenal pribadi baik buruknya masing-masing. Jadi Ulim tahu bahwa guru tersebut ga cocok buat Lukman yang tipikalnya bersahaja dan ga neko-neko.

Guru tersebut rupanya sering mempermainkan Lukman, entah apa maksudnya, Dia beberapa kali menelepon Lukman dan minta maaf sama kejadian kemarin, dan ujung-ujungnya minta ketemuan di satu tempat, tapi ternyata cuma bohongan aja.

Dasar wanita penipu! Entah apa maksudnya? Belakangan Lukman menduga hal ini cuma kerjaan kawan-kawan si Jutek tadi. Pantesan suara si Jutek waktu nelpon dulu beda sama yang sekarang. Hal ini membuat Lukman semakin benci dan dendam kepada guru jutek tadi.

Seandainya SANTET dan TENUNG dibolehkan dalam Islam. Maka Lukman menuruti kata hatinya, menyantet dan menenung guru jutek itu untuk membalaskan sakit hatinya.

Rupanya tanpa sepengetahuan Lukman, ibu guru jutek tadi mendatangi kakak Lukman yang sedang berjaga di kantin siang harinya. Ini pun entah apa maksudnya? Bu guru tadi berkenalan dengan kakak Lukman dan bertanya-tanya tentang keluarga Lukman termasuk Lukman sendiri.

Dia baru tahu kalau Lukman itu seorang sarjana di sebuah universitas swasta terkemuka di kota Medan. Dan ia juga tahu kalau Lukman ternyata putra dari Bu Hasnah, pemilik kantin. Mungkin bu guru tadi mengira, si Lukman cuma pesuruh yang digaji di kantin itu.

Ending Yang Menyedihkan, Tapi Semua Kejadian Pasti Ada Hikmahnya

Hancur sudah harapan dan impian Lukman mempunyai pacar yang alim dan syar'i. Selama ini dia sangat berharap cintanya diterima, angannya sudah membumbung setinggi langit, ia ingin bergegas menuju pernikahan. Tapi apa daya? Cintanya bertepuk sebelah tangan.

Lukman bukan tipe pendendam, tapi kejadian yang satu ini, ia tak lupa seumur hidupnya. Ia akan ingat perlakuan orang kepada dirinya.

Hari demi hari pun berlalu. Ternyata Lukman sudah melupakan kejadian yang dialaminya, walau tak 100%. Setelah beberapa tahun, seiring dewasanya pemikiran Lukman. Ia baru mengingat dan menyadari, kalau apa yang dia alami beberapa tahun silam adalah bentuk suatu pelajaran, hikmah. Mungkin Allah Ta'ala tak merestui perkenalan tersebut, agar Lukman terhindar dari pacaran. Mungkin juga Allah Ta'ala menggagalkan perkenalan itu agar menjauhkan Lukman dari mudharat yang bakal terjadi.

Belum tentu guru berhijab itu baik untuk Lukman. Banyak wanita berhijab tapi belum tentu bersahaja, belum tentu akhlaknya juga islami.

Bukan berarti ini memberi stigma negatif kepada Muslimah berhijab. Kalau ada yang keliru, itu adalah individunya bukan jilbabnya. Karena jilbab tetap wajib hukumnya untuk wanita.

Hikmah yang dipetik, jangan terlalu berharap kepada cinta yang belum tentu menerimamu. Belum tentu dia itu adalah cintamu. Sekedarnya saja berharap jangan terlalu tinggi bermimpi karena saat berhadapan dengan kenyataan kita akan teramat kecewa.

Apalagi yang namanya berpacaran itu tak dibenarkan dalam agama kita.

Semua kejadian pasti ada hikmahnya. Tinggal bagaimana kita menyikapinya. Wallahu'alam.

(Penulis: Difan, tulisan ini sudah pernah diterbitkan di beberapa blog saya yang lainnya)

NB: Kisah ini fiktip, bila ada kesamaan nama, cerita dan tempat, ya salah anda sendiri, kenapa mau menyama-nyamakannya 😀

Post a Comment