Hari Raya Idul Fitri tahun ini sepertinya terlihat berbeda dengan suasana Idul Fitri beberapa tahun yang lalu. Apa ini cuma perasaan saya saja? Entahlah, tapi memang bukan di tahun ini saja, tapi tahun-tahun belakangan ini pun?

Beberapa tahun lalu, suasana di gang rumah dan di jalan-jalan sekitarnya ramai dengan tamu-tamu yang berkunjung di setiap rumah-rumah tetangga. Kalau sekarang ini sepiii, kayak ga hari raya aja..

Ya tentu saja ini suasana di tempat saya? Ga tahu kalau di daerah-daerah lainnya?

Lihat suasana sepi gini saya jadi sedih, kok hari Raya begini sepinya kayak blog saya aja sepi. Pada kemana semuanya? Saat malam tiba, suasana gang rumah saya makin senyap saja, ditambah dengan dinginnya angin malam yang berhembus jadi mendramatisir suasana.
Entah kemana manusianya?

**************

Hari Raya pertama, kebetulan quota internet istri saya habis, jadi saya coba cari keliling konter-konter yang menjual pulsa, mana tahu ada yang buka, ya sambil menikmati suasana sore di lebaran pertama.

Ternyata konter pulsa ada yang buka coy, konter besar lagi? Ga hanya itu, toko-toko dan para penjual makanan seperti mie/nasi goreng, juice buah, bakso/mie ayam pada berjualan. Masya Allah, para pedagang ini hari raya pertama udah pada jualan, apa ga bersilaturrahmi kepada keluarga-keluarga mereka? Apa mereka ga menikmati momen Idul Fitri ini ya? Makin miris saya?

Sepertinya hari Raya memang semakin berkurang kemeriahannya, ditambah tidak ada respeknya umat Islam dengan menyambut hari rayanya, masa berjualan di saat hari raya?

Saya tahu pas hari raya kalau berjualan omset memang membludak? Tapi mbok ya, hormati lah hari rayamu, libur dulu barang 2 atau 3 hari untuk saling bersilaturrahmi dengan keluarga. Kalau uang itu ga ada habisnya dicari. Kalau pun mau berjualan juga, ya cukup setengah hari saja.

Dulu waktu saya masih kanak-kanak, suasana hari raya itu begitu terasa meriahnya, saling berkunjung ke sanak famili. Begitu ceria dan gembira. Pokoknya suasana lebaran itu begitu terasa.

Dan diluaran pun hampir tidak ada satu pun orang yang berjualan. Suasana jalan sangat lengang dan sepi. Tapi suasana di rumah-rumah orang ramai. Saking respeknya sama hari raya, saya yang kanak-kanak dulu merasakan hari raya itu tidak begitu cepat berlalunya. Hari raya pertama, kedua dan ketiga begitu lama berlalu.

Ga seperti sekarang, hari raya sangat cepat berlalunya. Tahu-tahu libur hari raya sudah habis, dan orang-orang mulai masuk kerja.

Satu lagi perbedaan yang terasa, hari raya zamannya pak Harto dulu itu, saat mau dekat-dekat lebaran, iklan-iklan hari raya di televisi itu selalu diiringi takbiran, asli takbiran ga pake musik, hanya bedug dan suara takbir. Jadi kita yang melihat dan mendengar pun jadi terhanyut dan merasa seolah sudah hari raya saja. Dan konvoi takbiran di luaran pun memang asli konvoi takbiran.

Coba bandingkan dengan yang sekarang atau di era sudah lengsernya pak Harto. Iklan-iklan menyambut hari raya itu perlahan perlahan sudah dikurangi nuansa bedug dan takbirannya.

Malah pernah ada di Net.TV iklan sambutan hari raya itu dibintangi oleh artis Singapura yang ternyata beragama Kristiani. Saya lupa namanya. Tidak ada bedug dan takbir, yang ada senandung/nyanyian merdu dari biduan Singapura yang cantik itu. Netizen pun takjub, unik katanya, belum ada yang ginian. Iklan sambutan hari raya ini pun viral. Masya Allah, yang kayak gini kok diapresiasi positif? Sambutan lebaran dengan full nyanyian kayak perayaan natal saja. Dibilang unik lagi?

Lama kelamaan iklan-iklan penyambutan hari raya di media-media televisi ini nyaris hampir tak ada lagi bedug dan takbir. Kalau ada takbiran hanya pelengkap saja. Itu pun diiringi musik. Takbiran kok diiringi musik? Geleng-geleng kepala.

Oh ya, masalah konvoi takbiran keliling, kalau zaman sekarang malam takbiran di jalanan isinya bukan lagi mobil truk atau pick up yang berisi bedug dan orang-orang yang mengumandangkan takbir, tapi konvoi motor anak-anak muda pria dan wanita bukan mahram yang saling berpelukan.

Tidak ada kumandang takbir, yang ada kumpulan anak-anak muda raon-raon dan mojok di pinggir jalan entah pada ngapain. Kadang-kadang malam takbiran diselingi suara terompet dan petasan roket. Alahmak jang.. Macam tahun baru saja kau bikin bah?

Yang jelas menurut perasaanku, lebaran tahun-tahun belakangan ini kehilangan spiritnya, kehilangan makna. Apalagi khusus tahun ini sediiiihh saya. Apa yang bikin sedih? Negeri saya dinodai dengan kecurangan dalam Pemilu, ummat Islam tidak dikasih kesempatan untuk memilih pemimpin yang mendukung kepada Syariat agamanya, suara kebenaran dipasung dan dikebiri, fitnah bertubi-tubi melanda ummat. Gimana lah masa depan negeri saya ini? Beneran sedih saya. Gimana mau hari raya, lha kondisi negeri kayak gini?

Meski begitu tetap saya jalani kenyataan semua ini. Masa lalu yang indah tak kan kembali lagi. Hidup itu terus melangkah maju, bukan mundur. Hanya berharap kesedihan demi kesedihan tidak larut dan terpendam lenyap tapi ia terangkat naik ke langit dan menjadi pengampunan atas dosa-dosaku..
Semoga ya Rabb..

Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1440 Hijryah.
Minal Aidin Wal Faizin.
Taqabbalallahu Minna Wa Minkum...

Post a Comment