(Jelajah di siang terik)

Bagi anda yang tinggal di daerah luar kota dengan nuansa yang hijau, asri atau pegunungan mungkin panorama yang demikian ini sudah biasa. Karena itu pemandangan sehari-hari. Tapi untuk yang tinggal di kota yang sarat dengan kemacetan dan kesumpekan, tentu ini adalah pemandangan yang istimewa.

Kebetulan di daerahku, saya temukan suasana ini. Tempat tinggalku memang 80% sudah nuansa kota, dimana Mall, Plaza, Supermarket, bengkel, fitnes, cafe dan segala fasilitas warga perkotaan sudah komplit.

Aktifitas warga pun tak usah dibilang lagi, kalau sore jelang malam ramai kayak pasar malam, jalanan super macet. Pemandangan yang sumpek mewarnai sehari-sehari saat kami pulang balik melintasi jalan raya raya ini.

Sebagian di beberapa tempat memang ada yang masih alami, belum tersentuh pembangunan fasilitas kota. Tempatnya masih sawah-sawah, hutan, sungai besar serta jalanan berkelok dan turun naik.

Dan di belakang rumahku yang dulunya hamparan perairan sawah, pernah didatangi sekumpulan burung bangau untuk mencari ikan. Di tempat mana daerah kota yang ada burung bangaunya? Padahal tempatku ini ya bagian dari kota besar di provinsi Sumatra Utaraku ini.

Tapi siapa sangka kami menemukan lagi tempat yang masih alami, dan jarak dari rumahku tak begitu jauh, tak sampai dua kilometeran lah melewati jembatan sungai kecil.

Dulunya saya memang sering melewati jembatan itu dengan sepeda gunung kesayanganku tiap sore, tapi tak sampai menelusuri lebih jauh karena akses jalanan aspal yang terputus.

Suasana desa kecil di daerah tempat jalanan aspal terputus tadi pun tak kalah indahnya. Seperti desa-desa permai yang ada di TV-TV itu. Segar di mata pokoknya.

Dua tahun tak pernah ke tempat itu lagi, tahu-tahu adikku bilang bahwa dia menemukan tempat yang adem, rupanya dia sudah menelusuri jalan yang terputus tadi. Jalanan sudah dibuka dan diaspal hingga ke perkampungan penduduk di desa seberang.

"Wah, beneran masuk ke tempat itu berasa kayak di luar kota saja!" kata adikku.

Sekedar info, kami dan teman dulu suka berpetualang mendatangi daerah-daerah yang masih asing.

Penasaran, selesai Zhuhur di Masjid, di siang hari yang terik, saya sempatkan mendatangi tempat yang dimaksud bersama adik.

Setelah melewati jembatan mendaki, saya melihat ada plang di sebelah kiri jalan yang bertuliskan Selamat Datang Di Desa Klumpang. Ternyata tempat jalan yang dulunya terputus ini adalah perbatasan antara daerahku dan daerah selanjutnya.

Dulunya ga ada lho plang ini. Sepertinya baru dibuat karena akses jalan sudah dibuka. Plang ini seakan seperti pembatas menuju ke dimensi lain rasanya? 😀
Abis, ga nyangka, ada desa terpencil yang damai di tengah kotaku yang sumpek.

Kami lewati perbatasan, terus dan berkelok. Sampailah kami ke hamparan kebun tebu disisi kiri dan kanan jalan. Tebu-tebu itu sebagian sudah dipapas, hingga kami bisa melihat pemandangan dibelakangnya.

Sepanjang mata memandang, hanya tanah luas dan sisa-sisa tanaman tebu. Lebih jauh lagi memandang hanya hutan-hutan, tak ada pemukiman warga. Kalau pun ada bangunan, hanya beberapa bangunan kayu beratapkan nipah, sepertinya ini gudang milik PT Perkebunan Nusantara Klumpang.

Benar-benar daerah ini masih perawan, masih original.


(Sebagian tanaman tebu yang sudah dipapas)

Sepanjang perjalanan yang kami jumpai di kiri kanan jalan hanya kebun tebu dan jalan-jalan masuk ke perkebunan yang hanya beraspalkan tanah.

Cukup sunyi kalau hari biasa jalanan ini, dalam hati saya berkata, tempat ini cocok untuk menyembunyikan korban pembunuhan.


(Akses masuk kedalam ladang tebu)

Motor kami semakin jauh melintasi jalanan aspal mulus ini, terik mentari lumayan mengusik kulit dan kepala.

Di tengah perjalanan sering kami temui kawanan domba dan lembu. Desa sekaliii...

Kami menemukan jembatan dari sebuah parit kecil. Airnya masih jernih, seperti air sungai sembahe. Tumbuhan liar dan semak di tepi parit menambah kesan kalau kami berasa di alam pegunungan.

Mana ada sih air parit yang bersih di perkotaan? Ditempat tinggalku saja air paritnya hitam, butek dan bau.


(Berasa di luar kota)


(Air parit yang masih jernih)

Setelah sepanjang jalan terik menyengat, akhirnya kami memasuki suasana adem, banyak pohon besar tumbuh di tepi jalan. Saya perhatikan ada sebuah pondokan di tepi jalan dipayungi teduhnya pepohonan rindang. Aduuuhh.. adem lihatnya.. Pasti angin berhembus sepoi-sepoi disana, enak tuh, tiduran di siang yang terik ini.


(rehat sebentar)

Suasana sudah berubah, kalau tadi kiri kanan hamparan tanaman tebu, sekarang hutan sawit. Di tepi jalan berjajar pokok sawit. Benar kata adikku, memasuki tempat ini berasa di luar kota.

Motor kami terus meluncur, pemandangan kebun sawit masih mendominasi.
Cukup jauh kami melintasi jalan ini, setelah melewati sebuah Masjid, akhirnya jalan lurus ini pun berakhir di simpang 2. Yang satu arah kiri, satunya lagi ke kanan. Kami memutuskan mengambil arah kanan.


(Perkebunan sawit)

Ternyata kami memasuki perkampungan atau pemukiman warga. Tidak terlihat lagi kebun tebu dan sawit. Yang ada rumah-rumah penduduk. Sudah lumayan ramai tapi enak melihat suasananya, masih asri.

Rumah-rumah sederhana dengan halaman yang luas. Bangunan Masjid menambah damai suasana. Di suatu tempat dengan halaman luas kami temukan sekawanan kerbau di sebuah kandangnya yang luas. "Eh ini masih di Medan ga sih? Berasa di kampung halaman?"

Perkampungan ini sudah lumayan ramai. Kesan damai terpancar disana. Tapi kalau saya disuruh tinggal di tempat ini, entar dulu lah, jauh soalnya dari kota, kalau mau apa-apa susah disini, mau belanja, mau beli makanan, mau servis motor, mau beli pulsa dan quota internet kudu ke kota.

Yang ada disini cuma kedai-kedai kecil. Kalau malam pasti sunyi disini? Ga ah, saya masih suka tinggal di kota, desa indah seperti ini hanya buat liburan dan jalan-jalan saja.

Motor kami terus melaju, kami memasuki kembali kebun sawit, rumah-rumah warga sudah mulai jarang-jarang. Tak berapa lama jalanan aspal pun terputus. Jalanan yang didepan masih beraspal tanah. Adikku meneruskan perjalanan, tapi aku was-was soalnya tanaman sawit sudah rapat-rapat, nyaris ga ada orang yang lewat. Sepi soalnya, untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan akhirnya kami memutuskan untuk kembali saja. Walaupun sebenarnya ga pa pa sih, daerah ini insyaAllah aman kayaknya. Tapi amannya ya balik aja lah 😀

Kami kembali ke arah simpang 2 tadi, dan mengambil ke arah kanan. Di daerah ini ga ada yang begitu menarik, jalanan aspal terputus, terusannya disisi kiri kanan jalanan adalah kebun-kebun tebu yang tadi kita lewati. Karena tak ada lagi yang dijelajahi akhirnya kami pun kembali pulang.

Dan selesailah jelajah kecil kami mengarungi tempat-tempat yang asing dan menarik.

Kami penasaran, kemana terusannya jalanan terputus arah kanan dan kiri tadi? Setelah bertanya ke Google Map, terjawablah rasa penasaran kami. Ternyata arah kiri yang melewati perkampungan penduduk dan berakhir di perkebunan sawit tadi terusannya menuju ke arah jalan tol Binjai menuju Tanjung Gusta.

Sedangkan ke arah kanan terusannya ke Hamparan Perak menuju ke Klambir Lima. Wah ternyata kesana arahnya ya? Kalian tahu ga, nama-nama daerah yang aku sebutkan barusan? Cari di peta ya? 😀

Masih ada beberapa tempat yang unik di daerah saya, seperti danau air payau yang bernama Siombak. Kenapa danau ini unik, karena danau ini awalnya adalah sebuah lubang akibat dari pasir yang terus dikorek untuk pembuatan jalan tol.

Entah gimana, rupanya korekan tadi membobol air sungai dan air laut (daerah saya dekat ke pelabuhan) dan mengalirlah dua air tadi ke lubang korekan tersebut membentuknya menjadi telaga atau danau. Air asin dan air tawar bercampur menjadi air payau. Gara-gara ketidak sengajaan ini, danau buatan tadi menjadi tempat refresing bagi orang-orang di kala hari libur.

Tempat unik lainnya, adalah musium situs kota china. Musium ini berisi artefak sejarah dari peninggalan masyarakat China. Ternyata kotaku yang dulunya bernama Maryland ini pada abad ke 12 pernah jadi hunian imigran dari dataran China.

Dan katanya lagi masyarakat China di kotaku ini dulunya adalah cikal bakal dari terbentuknya kota Medan sebelum pendiri kota Medan Guru Patimpus.

Untuk lebih lengkapnya silakan Googling aja ya? 😀 atau lain waktu saya akan buat artikel tentang ini.

Kotaku ini memang sedikit unik dan aneh, dibilang kota, masih ada rasa desanya (lha pagi-pagi jam 7 cuaca masih dingin berasa di pegunungan).

Dibilang desa tapi kota, dimana bangunan dan fasilitas sudah lengkap, jalanan raya macet dan sumpek. Nanggung jadinya. Sebut ajalah kota rasa desa yang lokasinya di kota besar.

Sebagian yang alami masih tersisa di tempatku. Namun yang alami tadi pun beberapa sudah musnah berubah bentuk jadi perumahan dan bangunan-bangunan ruko. Yang lima tahun dulunya adalah hamparan sawah membentang, sekarang jadi perumahan yang sumpek.

Burung-burung bangau ga ada lagi yang mampir di belakang rumah, belalang-belalang kecil ga ada lagi yang loncat-loncat di teras rumah, burung-burung kecil tak ada beterbangan di atas hamparan padi, ikan-ikan kecil musnah dan ular-ular sawah pada protes keluar di jalanan pelataran perumahan warga. Ya rumahnya digusur?

Lima tahun lagi desa yang kami jelajahi tadi mungkin saja bernasib sama. Hamparan tebu dan sawit berubah jadi komplek pemukiman orang-orang dari kota, bangunan-bangunan ruko bertingkat akan tegak berdiri di sisi jalanan.

Apakah setiap pembangunan/perubahan suatu tempat itu dampaknya negatif?

Entah lah, silakan anda jawab sendiri?

Post a Comment