(Sumber gambar: www.medan.tribunnews.com)
Lagi... yang membuat saya kesal di hari-hari kehidupan saya selain para pengamen yang menjengkelkan adalah tukang parkir jalanan. Maaf ya bukan saya hobi mengkritik semua yang tak saya sukai, tapi ini adalah bentuk sikap kritis saya terhadap suatu ketidak beresan atau tidak semestinya terjadi.
Tukang parkir jalanan itu tidak ada bedanya dengan para preman jalanan (tidak semua tukang parkir, tapi hampir rata-rata), mereka meinta uang jasa terhadap sesuatu yang bukan hak mereka.
Apa itu yang bukan hak mereka? Ya lahan parkir itu tadi? Lahan parkir itu sering berupa tempat dagangan makanan kaki lima, toko-toko, dan sebagainya. Toko-toko dan kedai-kedai makanan tadi itu tidak menarik jasa parkir kepada para pengunjungnya tahu-tahu muncul orang berseragam kuning seadanya tanpa karcis alias tukang parkir abal-abal meminta pungutan uang parkir.
Apalagi kalau toko atau suatu tempat itu ramai pengunjung, maka hijau lah mata tukang jalanan abal-abal ini menyatroni tempat tersebut. Sudah bukan dia yang punya tempat, tidak ada izin, tapi seenaknya mengutip uang, apa namanya kalau bukan preman?
Padahal kenderaan-kenderaan yang diparkir tadi tak perlu dijaga, lha orang di depan mata kok?
Mungkin anda berfikir cuma 2000 perak ini kok? 2000 perak kalau hampir tiap hari bengkak juga bro? Saya sama istri sering makan di warung bakso atau warung ayam penyet setiap sore pulang kerja. Setiap kita mampir kesana pasti muncul si tukang parkir jalanan itu. Perawakannya seperti preman lagi, tubuhnya penuh tato, dari raut wajahnya kayaknya suram seperti tidak terkena air wudhu (semoga saya salah). Bayangin hampir tiap hari kita ngasih uang kepada preman tadi?
Sepeda motor saya tidak jauh di parkirkan, hanya 2 meteran jaraknya, kelihatan dari dalam warung, ngapain juga mesti dikutipin uang parkir? Saya yakin yang punya warung ga ada meminta pungutan uang. Ini sebenarnya bisa bikin pelanggan malas lho makan di warung tadi. Mungkin si punya warung pun tak punya pilihan.
Di tempat saya, preman ga jalan bro? Bukan karena warganya berani-berani semua, tapi karena ga ada yang dikutip disana 😀. Lha tempatnya di luar kota, kurang strategis. Tapi memang benar, ada yang coba membuat lahan parkir di sana, sepertinya dikoordinir oleh OKP seragam loreng orange. Mereka mengutip pungutan parkir disebuah klinik di dekat pajak (pasar), tapi ga jalan karena pada ga ada yang mau parkir pakai uang. Ujung-ujungnya yang punya klinik mengusir tukang parkir jalanan tadi.
Bukan berarti saya anti parkir, ya kalau memang tenpatnya resmi dikenakan parkir seperti Plaza, Komplek pasar perbelanjaan/pertokoan, ada karcis resmi dan dilengkapi gerbang portal, ya sah-sah saja. Walaupun saya lebih memilih pertokoan/perbelanjaan yang gratis parkir.
Oya, satu lagi tu yang paling saya benci kutipan parkir di areal rumah sakit. Paling benci saya! Rumah sakit kan bukan pusat perbelanjaan atau plaza, kok ya pengunjung dikenakan parkir? Pengunjung rumah sakit itu namanya keluarga pasien yang menjenguk/menjaganya. Lha kalau bolak-balik dia keluar masuk dari keluar areal rumah sakit, sudah berapa duit? Emang mereka mau shopping? Kan mereka mau menjaga/menjenguk si pasien? Kalau pasien dirawat inap sampai berminggu/berbulan-bulan, apa ga menyusahkan tu? Masa rumah sakit memberatkan pasiennya? Harusnya memudahkan orang yang sedang sakit. Benar ga sih saya? Benar kan, benar dong, benar ajalah!?
Prinsip saya, kalau bisa dihindarkan, saya akan menghindar dari tukang parkir jalanan. Daripada memberi mereka duit, lebih baik saya sumbang ke Mesjid.
Kalau bicara simpati, maka saya lebih bersimpati kepada pengatur lalu lintas jalanan (pak Ogah). Para pak Ogah ini rela berpanas-panas berpeluh keringat mengatur lalu lintas demi mendapatkan uang. Kompensasinya lebih bermanfaat bagi orang banyak. Kendaraan yang macet bisa diarahkan. Berat lho mengatur lalu lintas ini, ga kayak tukang parkir jalanan yang kerjanya banyakin duduk, nongkrong, ngerokok trus minta duit.
Ya semoga ada nantinya pejabat terpilih terkait yang mau memberantas pungli parkir jalanan ini. Sehingga kota Medan bisa tertib, nyaman dan aman.
I HATE PUNGLI AND PREMANISME..!!!!
di sudut kota mana pun ya begitu sob
ReplyDeleteSudah jadi pemandangan sehari2 Sob. Tapi keinganan saya ingin pungli ini segera ditertibkan
ReplyDeletePost a Comment