(Ilustrasi)
Siapa pun dari kita pasti mencintai daerahnya atau tanah kelahirannya (termasuk saya). Apalagi kalau daerah kita tersebut panorama alamnya sangat indah, akan menjadi kebanggaan pada diri kita kepada daerah. Jika keelokan derahnya tersebut belum dikenal orang banyak maka (bagi orang yang kritis dan aktif) tergeraklah hatinya untuk memperkenalkannya kepada publik, kalau bisa kepada dunia, agar daerahnya tersebut terkenal serta ramai dikunjungi dan menjadi tempat pariwisata internasional.
Sekilas itu bagus, tapi coba direnungi lagi, bagi kita seorang Muslim, segala sesuatu itu difilter dengan nilai-nilai agama. Apalagi daerah kita itu mayoritas umat Muslim, masih terjaga nilai-nilai ketimuran dan agamanya.
Apakah itu sejalan dengan syariat atau bertentangan? Apakah itu bermanfaat atau malah merusak?
Apa motifasi kita mengenalkan daerah kita kepada khalayak ramai?
Supaya terkenal kah?
Terus, kalau sudah terkenal mau diapain?
Agar keindahan panorama alam dan budayanya dikenal khalayak ramai, trus jadi go internasional? Supaya para bule-bule berdatangan kesana, terus jadi sumber devisa, begitukah?
Pentingkah itu?
Sudahkah anda fikirkan dampak mudharatnya?
Sudah semestinya, jika suatu daerah yang terkena pembangunan wisata akan berdampak terhadap lingkungan, bisa berupa polusi air atau udara, kekurangan air, keramaian lalu lintas dan kerusakan dari pemandangan alam yang tradisional. Itu dari sisi lingkungan belum dari sisi kerusakan nilai-nilai agama dan ketimuran.
Jika anda ingin memperkenalkan daerah anda (tentunya warga yang mayoritas Muslim) kepada dunia internasional sebagai objek wisata, maka akan banyak lagi dalam kenyataannya nanti hal-hal yang sangat bersinggungan dengan etika dan moralitas kaum Muslim. Karena pariwisata itu banyak bertoleransi dengan pakaian minim atau tak senonoh jika berhubungan dengan wisata pantai, fasilitas Bar yang menyajikan minuman beralkohol, dan banyak lagi hal-hal tidak sesuai dengan kaidah Islam. Ini kita nilai saja dulu yang pahit-pahitnya.
Suguhan lain yang hendak ditampilkan selain panorama alam adalah budaya. Budaya tradisional adalah aset bangsa katanya.
Sekarang kita tanya, budaya yang bagaimanakah? Kembali lagi kita bertanya kepada agama, apakah budaya itu tidak bertentangan dengan syariat, seperti budaya menghanyutkan kepala kerbau ke laut dengan tujuan meminta berkah, inikan budaya leluhur animisme, sangat bertentangan dengan tauhid umat Islam.
Walau pun para pelaksana ritual ini menganggap ini hanyalah adat belaka, keimanan tetap kepada Allah, tidak ada sangkut pautnya dengan aqidah hanya untuk melestarikan agar budaya ini bisa dilihat oleh generasi mendatang. Tetap saja ini syirik, mencampur adukkan yang haq dan yang bathil.
Ada juga budaya mandi bersama di sungai jelang Ramadhan, kebanyakan daerah-daerah di Indonesia memakai budaya ini. Tentu saja ini juga bertentangan dengan syariat agama kita, karena adanya aktifitas campur baur antara wanita dan pria, dan lain sebagainya.
Apakah budaya-budaya diatas tetap dilestarikan, diperkenalkan? Tentu tidak bukan? Itu bertentangan dengan ajaran Islam. Maka tidak usah lagi dipopulerkan dan dilestarikan.
Anda pernah mengunjungi sungai, danau, atau laut? Jika anda berkunjung kesana, apa yang anda lakukan, tentu berenang kan?
Pernahkah anda berfikir bahwa sebenarnya hal itu dilarang? Bukan berenangnya yang dilarang, tapi bercampur baur antara laki-laki dan perempuan disana, dengan memakai pakaian yang tipis dan minim pula. Makanya setiap saya bepergian ke daerah pantai, danau dan sungai, saya selalu melarang istri saya untuk mandi-mandi atau berenang walaupun memakai pakaian ganti yang menutup aurat.
Pernahkah anda membayangkan ini?
Kalau pun anda ngotot juga hendak memperkenalkan daerah anda untuk objek wisata, maka adakan aturan untuk pengunjung, seperti diwajibkan memakai jilbab dan kerudung kepada Muslimah. Bagi yang non Muslim, tidak diwajibkan berjilbab asal pakaian yang dikenakan sopan tidak menampakkan aurat. Dilarang berbuat kerusakan seperti, joget-joget dangdut, mabuk-mabukan atau perbuatan maksiat lainnya. Dan sebagainya.
Mau dan mampukah anda melakukan ini?
Maka berfikirlah, apa motifasi anda memperkenalkan daerah anda untuk khalayak ramai? Kalau untuk hanya berujung kepada pergeseran nilai, maka tidak usahlah. Sesuatu yang kita anggap baik, di mata agama belum tentu baik. Lebih baik anda berjuang bagaimana daerah anda itu bisa lebih islami.
Pada akhirnya, amal dan keimanan lah yang kita bawa nanti menghadapNya, bukan budaya atau populernya daerah kita. Semoga tulisan singkat dan jelek ini ada manfaatnya. Mohon maaf bila ada kalimat yang tak berkenan.
Post a Comment